Selasa, 28 Juli 2009

When We Lost Someone Important - Chapter 4

Risa sampai di apartemennya dan langsung masuk ke kamarnya lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ia membenamkan mukanya di bantal dan mulai menangis. Daripada nangis di sekolah, lebih baik nangis di kamar mumpung sendirian. Semua emosinya diluapkan dalam tangisannya. Setelah 5 menit menangis, Risa mulai membuka laptopnya dan melanjutkan novel yang belum lama ini ditulisnya. Ceritanya ya tentang remaja gitu lah. Nggak jauh-jauh dari kehidupannya juga. Di situ, emosinya benar-benar diluapkan sampai akhirnya ia tenang sendiri.

Karena banyak guru yang tidak hadir pada hari itu karena sibuk mengurusi kelas 3 yang ujian, akhirnya anak-anak banyak yang cabut. Termasuk Ryohei, yang sama sekali belum pernah terlambat dan cabut. Cabutnya bareng Ikki juga, soalnya mereka mau belajar bareng. Fukka pun pergi ke kantor bapaknya dengan segera.

“Ada apa, Pa?” tanya Fukka di ruang kerja bapaknya.

“Aku mau ngomong masalah Hikaru. Sebelumnya papa minta maaf karena kamu nggak dikasih tau kenapa Hikaru akhir-akhir ini sering pingsan, lemes, atau malah demam.”

“Nggak papa kok, Pa! Aku juga bingung kenapa Hikaru jadi lebih lemah dari biasanya. Emang ada apa sih?”

Sang ayah langsung mencari hasil tes darah yang dilakukan Hikaru beberapa hari yang lalu.

“Tes darah Hikaru yang waktu itu ya?”

“Iya.” jawab sang bapak singkat.

“A..ano, aku nggak ngerti ini maksudnya apa. Bisa tolong papa jelasin?”

Sang bapak menjelaskan bahwa Hikaru terkena penyakit yang sangat parah yaitu Leukimia Limfisotik Akut dan harus menjalani kemoterapi mulai dari sekarang sebelum semuanya terlambat. Fukka saat itu shock banget langsung diem, nunduk, nggak ngomong sepatah dua patah kata apapun. Tapi dari nafasnya yang pendek dan suara nafasnya yang nggak beraturan, sudah ketebak dia shocknya udah cukup parah.

“Cuma itu yang papa bisa jelasin, sayang.” kata bapak sambil mengelus punggung Fukka perlahan.

“Pa..hh.. aku masih ga percaya.. uhuk! Uhuk!” kata Fukka yang mulai keluar bengeknya.

Fukka yang benar-benar shock saat itu udah nggak ngomong apa-apa lagi. Asmanya udah kambuh, pake bengek pula. Bapaknya langsung mencari ventolin yang biasa dibawa Fukka ke sekolah.

***

“Tadaima!” ucap Ryohei dengan suara yang cukup keras.

“Okaeri!” balas Risa, “loh, ada Ikki juga.”

“Ou!”

“Aduh, sori nih berantakan.” kata Risa yang belum sempat merapikan flatnya.

“Nggak papa kok. Santai aja.”

Risa merapikan flatnya lalu membuatkan minum dan menghidangkan snack untuk Ikki.

“Risa, repot bener sih!” kata Ikki

“Ngomong-ngomong, tujuan lo ke sini mau ngapain?” tanya Risa.

“Mau belajar matematika sama Ryohei. Katanya, dia nggak keberatan kalo ngajarin.”

“Asal dibayar sih gw mau.” kata Ryohei yang membuat Ikki jadi menyusut, “joudan da yo!”

“Gw juga bercanda kok.” kata Ikki sambil memukul bahu Ryohei perlahan tapi sakit.

“Kak, tadi dicari kak Bishin pas aku nyampe.” kata Ryohei.

“Ngapain lagi sih itu orang?” gumam Risa, “terus kamu bilang apa?”

“Neechan lagi nggak enak badan. Jangan ditemuin dulu.” jawab Ryohei.

“Pinter emang kamu nih!” kata Risa sambil mengusap kepala Ryohei.

***

Sampai di rumah mereka, Okada-sensei tetap menemani Hikaru sampai Fukka kembali. Demam Hikaru semakin tinggi dan dia benar-benar hanya bisa tidur. Shota menyiapkan kompresan air dingin dan menaruh kompresan pada dahi Hikaru.

“Dari dulu sering sakit ya?” tanya Okada-sensei.

“Iya. Karena dia paling lemah, jadi paling rentan sama penyakit.”

“Ooo. Tadi pas olahraga terlalu capek kah?”

“Mungkin. Dia suka banget maen sepak bola dari kecil.”

“Aku juga suka sepak bola.”

“Oooo.” jawab Shota singkat.

Nggak lama kemudian, Shota menangis. Entah apa yang ia pikirkan, pokoknya ia menangis tersedu-sedu.

“Doushitano?” tanya Okada-sensei.

“Aku punya firasat buruk tiba-tiba. Hiks… hiks…”

“Daijoubu da yo!” kata Okada-sensei sambil memeluk Shota dengan hangat.

Shota tetap menangis meski lebih tenang dari yang awal. Shota memang dikenal sebagai yang paling nggak peduli sekitar kecuali mengenai masalah kebersihan, tapi sekalinya perhatian, perhatian banget. Sama aja kayak masalah cintanya dengan Asuka.

***

Saat Asuka pulang ke rumah, tidak sengaja bertemu dengan kakaknya, Asaka. Asuka diam saja saat melihat kakaknya bersama si kembar Shoon dan Reon. Maklum, Asuka juga suka sama Shoon.

“Loh, kok udah pulang?” tanya Asaka pada Asuka.

“Iya, Kak. Tadi disuruh pulang sama gurunya karena pada sibuk sama anak kelas 3.” jawab Asuka setengah berbohong.

“Berarti Fukka, Shota, Hikaru udah pulang dong?” tanya Shoon.

“Um,, yah,, mungkin.” jawab Asuka yang mencoba untuk menjadi lebih normal di depan Shoon, “kalo Shota sama Hikaru tadi emang pulang lebih cepet soalnya Hikaru sakit.”

“Sakit?” tanya Reon sambil mengernyitkan dahi, “Sakit apa? Perasaan kemaren sehat-sehat aja tuh.”

Sekali lagi, Asuka mencoba untuk lebih tenang dalam menghadapi mereka. Biasanya agak gugup, tapi kalo ada Asaka ya harus biasa aja.

“Tadi Hikaru yang pingsan gitu, Kak. Terus demam juga. Katanya Sensei dia disuruh istirahat aja. Ya udah mereka berdua pulang deh.”

“Terus apa hubungannya sama Shota?” tanya Reon dengan tampang bloonnya.

“Ah, gimana sih lu?!” seru Shoon sambil meng-tsukkomi kembarannya, “ya pasti Shota yang jagain lah! Dia kan orangnya teliti banget kalo masalah penyakitnya Hikaru.”

“Kalo gitu gw duluan ya pulangnya sama adek gw. Ntar sore gw maen ke flat kalian deh!” kata Asaka yang langsung berbalik ke arah Asuka.

“Aku ikut deh!” sahut Asuka.

“Ngapain ikut?”

“Temen Asuka ada di flat yang sama dengan kak Shoon dan kak Reon. Sebelahan lagi.”

“Oh, oke kalo gitu. Sampai ketemu nanti ya.” kata Asaka sambil pamit, “yuk!”
***

Risa keluar sebentar dari rumahnya untuk menemui Bishin.

“Apa lagi? Gw kan udah nggak ada utang lagi sama lo.” kata Risa

“Nggak kok, Risa! Gw cuma mau minta bantuan lo.”

“Ada masalah apa?”

“Gw pinjem uang lo dulu dong. Duit gw abis, gaji dari baito belom dikasih. Ayolah, Risa!” pinta Bishin dengan muka memelas.

“Kalo gw tagih jangan lupa balikin ya!”

“Iya! Janji! Gw bakal balikin tepat waktu!”

“Butuh berapa?”

Bishin menyebutkan jumlah yang ia perlukan. Tapi karena terlalu banyak untuk Risa, maka ia menolaknya dan mengurangi sampai batas yang ia mampu. Bukannya pelit, tapi emang Risa adalah orang yang irit. Dia bakal memberikan sesuatu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Setelah membuat persetujuan, Risa mengambil uang dan meminjamkannya pada Bishin.

“Sankyu ya, Risa! Ntar gw balikin deh kalo udah dapet gaji dari baito.”

“Sama-sama.”

Risa pun masuk lagi ke rumahnya dan mulai ikutan belajar bersama Abe dan Ikki. Tetep aja, abis belajar malah maen dulu, ngobrol-ngobrol, makan, dan lain sebagainya. Matahari tenggelam, langit semakin gelap.

“Udah gelap ni! Pulang nggak ya?” Ikki malah menanyakan hal yang nggak butuh untuk ditanyain,

“Terserah lo. Tapi jangan lupa ntar hari sabtu kita ke akiba.” kata Risa sambil nyengir.

“Ya udah, kalo gitu gw pulang ya. Mata ashita, minna!” pamit Ikki.

“Hati-hati ya, Ikki!” kata Abe.

Mendengar suara Abe sudah membuat hati Ikki jadi berbunga-bunga. Ikki pun mulai melangkahkan kakinya keluar dari rumah kedua bersaudara itu dan pulang ke rumahnya. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan Hasshi yang sedang menyendiri di jembatan.

“Ou!” sapa Ikki.

“Oh, kamu.” kata Hasshi dengan nada dingin.

“Kok nggak pulang? Abis juku? Atau... ah, tidak seharusnya aku mengatakan ini.”

“Katakan saja. Siapa tahu, jawabanmu benar.”

“Masalah keluarga?”

“Ya.” jawab Hasshi, “masalah keluarga.”

“Sebaiknya, aku nggak usah nanya masalah itu. Kamu pasti butuh privasi. Kalau begitu aku duluan. Mata ashita!”

“Hei!” sahut Hasshi.

“Hm?” Ikki menoleh dengan muka khas anak-anaknya.

“Bolehkah jika aku menginap di rumahmu?” tanya Hasshi dengan muka memelas.

“Memangnya ada apa?”

“Aku... tidak ingin pulang ke rumah.” jawab Hasshi sambil menunduk untuk menyembunyikan kesedihannya, “tidak bisa ya?”

“Ii yo.” kata Ikki sambil melontarkan senyumnya, “asal kamu nggak aneh2 sih aku nggak papa.”

“Aneh-aneh?”

“Nggak usah dipikirin. Ikou!”

Mereka berdua pun berjalan bersama-sama. Terkadang mengobrol, tapi Hasshi yang tidak terlalu banyak bicara lebih memilih untuk diam.

***

Kayaknya dari tadi yang diceritain yang itu-itu doang ya karakter-karakternya. Mari kita pindah ke karakter lain. Masih di hari yang sama. Saat itu Sakuma benar-benar stress memikirkan masalah interen keluarganya. Karena dijatuhi hutang yang banyak dan dia sendiri yang harus menanggungnya. Gaji dari baito saja hanya cukup untuk membiayai hidupnya. Sementara untuk membayar hutangnya ia hanya punya 1 tempat yang mau dipinjami uangnya. Saat itu, Ia menelepon Mizuki.

“Moshi-moshi.” sahut Mizuki dari seberang.

“Moshi-moshi, Mizuki-chan. Boleh nggak aku pinjem duitmu?” tanya Sakuma dengan nada bergetar ntah merinding atau nahan nangis atau malah 2 2nya.

“Butuh berapa? Nggak usah minjem. Aku rela kok ngasih duitnya itu buat kamu. Aku akan ngebantu kamu sampe hutang orang tuamu lunas.”

“Kalo 100 ribu yen kebanyakan nggak?”

“Nggak kok. Kamu minta 10 juta aku kasih kok.”

Konon, Mizuki adalah anak dari pengacara dan jaksa terkenal yang ada di Jepang. Dia selalu setia membantu Sakuma dalam menghadapi para penagih hutang yang selalu bikin ribut. Mizuki ini juga sepupunya Sakuma. Mereka juga sangat dekat.

“Ii ka? Apa orang tuamu tau kalo kamu selalu ngasih duitnya ke aku?”

“Ii yo. Mereka selalu bilang cuma aku yang bisa dukung kamu saat ini. Berapapun uang yang kamu minta bisa kukasih tapi secukupnya aja.”

“Makasih banget ya, Mizuki-chan!” kata Sakuma yang mulai menangis setelah mendengar perkataan Mizuki, “kamu tetep bantuin aku, tapi aku nggak bisa bantu kamu apa-apa.”

“Nggak papa kok, Daisuke-kun! Aku transfer sekarang ke rekeningmu ya?”

“Oke! Kalo udah, mail ya.”

“Un!”

“Sore Jyaa!” kata Sakuma yang langsung menutup teleponnya, “Piip!”

Baru saja ia menutup telepon Mizuki, sudah terdengar suara ketukan pintu secara kasar dari penagih hutang. Sakuma yang sangat ketakutan tidak bisa beranjak dari tempat dimana ia berada. Pintu didobrak secara paksa agar si penagih hutang bisa masuk. Saat si penagih hutang itu sedang lengah, sakuma berlari sekuat tenaga dan sekencang mungkin menuju ATM terdekat. Sayangnya, langkah Sakuma terdengar jelas oleh si penagih hutang maka ia pun mengejarnya. Sakuma mengambil uang yang diberikan Mizuki dan menyimpannya di dalam jaketnya. Karena ketahuan oleh si penagih hutang, Sakuma berlari ke rumah temannya yang paling dekat dari flatnya, yaitu Ryota. Rumah Ryota tidak terlalu jauh dari rumah Mizuki karena Sakuma tahu jalan pintas yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Sesampainya di rumah Ryota, Sakuma langsung ditarik Ryota masuk dan diam.

“Ayo cepet masuk!” bisik Ryota sambil menarik Sakuma masuk dan menutup pintunya.

“Sori ya rumah lo jadi tempat pelarian! Tapi makasih juga!” kata Sakuma sambil terengah-engah kehabisan nafas.

Si penagih hutang mendatangi rumah Ryota.

“WOI!!! BUKA PINTUNYA!!!!” seru si penagih hutang.

“Ya?” tanya Ryota dengan nada sopan.

“Liat orang ini?” tanya si penagih hutang sambil memperlihatkan foto sakuma.

“Nggak.”

“Tadi bukannya masuk ke sini?”

“Salah liat kali, mas! Itu tadi adek saya yang takut dikejar anjing.”

“Anjing?”

“Kan di sini banyak anjing. Karena dia pernah digigit, jadi trauma deh.”

“Nggak penting!” kata si penagih hutang itu mendorong Ryota dengan kasar dan berbalik.

Saat itu, Sakuma mencoba kabur dari penagih hutang lewat halaman belakang rumah Ryota. Ini sudah biasa dilakukannya sejak ia ditinggal pergi oleh orang tuanya. Ia berjalan ke rumah Mizuki sambil menahan dinginnya angin malam yang menerpa tubuhnya. Sampai di belakang rumah Mizuki, ia menelpon sepupunya itu.

“Moshi-moshi.”

“Mi..zu..ki..chan” kata Sakuma dengan suara bergetar karena kedinginan, “bukain pintu belakang! Hayaku!”

“Ha.. hai” kata Mizuki yang langsung mengambil jaketnya dan segera pergi ke pintu belakang.

Mizuki membuka pintu belakang dan melihat sosok Sakuma dengan wajah yang pucat dan badannya gemetar. Raut mukanya tampak sangat ketakutan. Mizuki pun membawa Sakuma masuk ke rumahnya untuk beristirahat sebentar.

“Kejar-kejaran lagi?” tanya Mizuki sambil membuatkan segelas coklat hangat untuk Sakuma.

“Iya. Gw nggak akan bisa ngelunasin hutangnya!” kata Sakuma yang masih gemetar meski sudah berada di dalam rumah Mizuki, “Gw cuma anak kelas 2 SMP! Belom bisa nanggung semuanya!!! Biaya flat masih nunggak!”

“Kenapa nggak bilang?” tanya Mizuki sambil memberikan segelas coklat panas kepada Sakuma.

“Gw udah terlalu nyusahin keluarga lo. Gw nggak mau nyusahin lagi! Udah cukup gw ada di dunia ini.”

Mizuki hanya diam jika mendengar sepupunya yang satu ini mengeluh. Apalagi keluhan yang selalu diucapkan pada kalimat terakhir, yang membuat ia hanya bisa diam karena jika dilanjutkan maka masalah akan bertambah menjadi semakin panjang.

“Udah makan belom?” tanya Mizuki.

“Belom.” jawab Sakuma singkat, “nggak nafsu.”

“Tadi ada maid yang bikinin sup krim jagung. Masih anget kok. Mau?”

“Nggak usah.”

-hening-

“Gw boleh nggak nginep di sini?”

“Douzo! Kamarmu udah disiapin kok.”

Sakuma hanya membalas dengan senyuman kecil dari bibirnya. Terlihat jelas dari mukanya bahwa ia begitu lelah setelah kejar-kejaran dengan penagih hutang. Dalam diri Sakuma sendiri, ia merasa sangat pusing karena masuk angin. Setelah masuk ke kamar tempat biasa ia tidur jika di rumah Mizuki, ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menarik selimutnya lalu tidur. Sebelumnya ia terpikir bahwa harapan hidupnya sudah tidak ada lagi. Selama hidupnya ia hanya dikejar oleh penagih hutang, kerja sambilan pun masih belum bisa karena masih SMP. Ia hanya bisa bergantung dengan keluarganya Mizuki saja. Yang lainnya tidak karena takut terlibat hutang-hutang lainnya. Untunglah keluarga Mizuki ikhlas memberikan sejumlah uang untuk Sakuma.

***

“Tadaima!” seru Ikki saat sampai di rumahnya.

“Okaeri!” sapa Ibunya yang baru selesai masak yang langsung menyambut Ikki dan Hasshi, “wah, kamu pasti teman barunya Ikki. Ayo masuk! Anggap saja rumah sendiri.”

Hasshi hanya diam dan mengangguk pelan. Ikki mengajak Hasshi ke kamarnya untuk beristirahat, ganti baju, dan mengerjakan pr. Saat Ikki membuka pintunya, terasa sekali kamar seorang otaku. Segudang figurin, gunpla, tas, tempat pensil, kostum, semuanya yang berbau anime dan game ada semua di situ. Semua koleksinya tertata rapi dan tidak ada satu debu nempel di koleksi-koleksinya.

“Sori ya, kamar berantakan kayak gini.” kata Ikki merendah.

Hasshi masuk melihat-lihat kamar Ikki. Ia tampak tertegun melihat kerapihan kamarnya ini. Memang, kamar Ikki ini termasuk rapi banget untuk ukuran cowok.

“Eh, boleh pinjem nggak?” tanya Hasshi sambil memegang setumpuk komik.

“Silahkan!” jawab Ikki sambil tersenyum, “ambil aja yang lo mau, tapi jangan lupa dikembaliin dan JANGAN RUSAK!”

“Ryokai!”

“Ngomong-ngomong, kamu laper nggak?”

“Lumayan sih. Tadi siang cuma makan dikit.”

“Mau di kamar atau di luar?”

“Kalo di kamar nggak papa?”

“Nggak papa kok! Aku sering makan di kamar kalo lagi males keluar.”

“Otaku banget sih lo!”

“Hahahahahaha! Aku bilang ibuku dulu ya!” kata Ikki yang berjalan keluar kamar.

Hasshi menikmati komik-komik yang ada di kamar Ikki sembari menunggu ia kembali. Hasshi merasa seperti terlepas dari beban yang ditanggungnya sebagai seorang anak yang mempunyai masalah kompleks di keluarganya. Memang tidak sekompleks Sakuma, tapi yang namanya remaja pasti stress kalau ada kejadian seperti itu. Emosinya masih labil.

“Nih, makanannya!” kata Ikki yang masuk sambil membawa nampan.

“Ittadakimasu!” kata Hasshi yang tiba-tiba berubah menjadi ceria.

“Ada apa nih? Jadi ceria banget! Hehehehe!”

to be continue :D

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Dani!!
Gw comment yak!:D
*bingung maw ngomment dari mana*

hikaru kasian,
mana ntar botak lg..Hiksu..Hiksu..

Si fukka kasian bgt,
abs dia yang pertama tau penyakit hikaru,pake bengek,udah gth hubungan dia ama risa kacau...Kasian..

Ith asuka-asaka..
Hahaha...
Asukanya....
Ska ama kakak-adek..
Aduh,ngekek gw bca bgian asuka..Hahaha...

Ikkiabe..
Gyak..Gmes...
Si ikki jga ska sama abe yah?

Astajim,dan..
Si sakuma lo apain?
Berat bgt permasalahan hdupnya?
Ampe dikejar2 trus ama pnagih utang...
Untung ada mizuki,kalo gak...

Dan,knapa brsambungnya dsth?
Pnasaran ama lanjutannya..
Hashii nya gmana?

Ih,ada bishin..Hahahaha...

Lanjut,dan
*comment gak mtu slese*

Zara Nurnazmi mengatakan...

komen komen hoho..

aduh fukka pasti sedih bgt yak kalo denger si hikaru sakit parah ckckkc..
sini nak sama saya dipeluk xD
wakakak

aduh ada shoon hauahahha
*tendang asuka* shoon punyaku >.< *dipelototin sanada*

SAKUMA aduh sayang kasian kali dirimu..
sini gw lunasin pake cinta gw LOL *najis*

ayo terusin hohoho

Anonim mengatakan...

pokoknya cuma 1 kata

bagus

huakakakakak..
gw ga pinter komen fanfic sih LOL

Anonim mengatakan...

euummmm....
PALING SUKA BAGIAN ASAKA ASUKA SHOON!
hahahaahahaha walau singkat tapi membekas dihatiku~
XDDDD

danii sakuma kasiian....
:<

hikaru jangan mati dong....
huuuuuu!!!
shotaaaa.... jangaaaan nangissss!!!!!!!
D:

hahahahaha
ditunggu chap 5~~~~~~