Kamis, 20 Agustus 2009

Wasurenai Hito - Chapter 1

Title: Wasurenai Hito
Author: zeroxasuzaku a.k.a dhanee
Genre: School Life, Human Drama, a bit of Romance
Rating: PG-13
disclaimer: for boys their johnnys, for girls thanks for your cooperation ^^

Chapter 1

2 tahun yang lalu

Fukka’s POV

Pagi yang cerah, matahari memancarkan sinar hangat untuk hari ini. Khusus pagi ini, yang kebagian jatuh dari tempat tidur adalah aku.

“Ngh~” aku yang baru bangun dari tidur yang pulas pun mengulat, “ittai!” seruku karena badanku sakit.

Shota yang awalnya masih tertidur pun jadi bangun karena mendengar teriakanku.

“Hikaru, bangun! Hari ini kita menang dari Fukka.” seru Shota

“Hontou?” tanya Hikaru yang masih serak karena baru bangun.

“Serius! Liat tuh di bawah!”

“Shota, diem ah! Sakit tahu ditendang kalian berdua!” keluhku yang langsung berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, “gw mandi duluan!”

“Nggak bisa! Gw duluan!” sahut Hikaru yang langsung melompat dari kasurnya.

“Fukka mandinya lama, Hikaru apalagi! Udah gw duluan yang mandinya cepet!” seru Shota.

“Apa-apaan lo?! Kalian beresin tuh tempat tidur! Gw yang mandi duluan!” bentakku sambil mendorong 2 saudara kembarku untuk menjauh dari kamar mandi.

Shota dan Hikaru langsung terdiam jika melihatku marah. Mereka langsung merapikan tempat tidur dan menunggu giliran mandi. Sebelum memasang gakuran, mereka merapikan kemejanya satu sama lain. Begitu juga setelah memakai gakuran, mereka saling tolong menolong untuk merapikannya.

“Ohayou, otou-san!” sapaku pada otou-san saat turun.

“Ohayou.” sapa Shota

“Ohayou!” sapa Hikaru.

“Ohayou, minna!” sapa otou-san, “pada sarapan dulu yuk!”

Kami menyantap makan pagi sampai habis.

“Kalian bertiga hati-hati ya di jalan.”

“Hai! Ittekimasu!” kata kami kompak yang langsung keluar dari rumah.

***

Shota’s POV

Kami berjalan menuju jalan setapak yang menuju sekolahan. Jalanan itu memang selalu dipenuhi oleh anak-anak sekolah saat pagi dan jam pulang sekolah. TK, SD, SMP, SMA, semuanya lewat jalan itu.

“Ohayou!” sapa Ikki yang juga baru keluar dari rumahnya.

“Bareng yuk!” ajakku.

“Un!”

Kami berjalan bersama-sama sambil melihat keadaan sekitar dan mengobrol. Ada yang jalan sambil belajar, ada yang sambil pacaran, ada yang tasnya dibawain, macem-macem deh pokoknya.

“Ohayou!” seru Miyadate dan Sakuma bersamaan sambil berlari ke arah kami.

“Liat deh! Sanada sama Marina pagi-pagi udah pacaran aja.” sahut Ikki.

“Bilang aja cemburu! Hahahahahahahahahahaha!” kata Sakuma yang disambut oleh gelak tawa dari teman-temannya.

“Itu lebih parah lagi. Sejak kapan Nozawa jadi babunya Mika?” tanyaku yang membuat Hikaru jadi malas melihatnya.

Tidak lama kemudian, datanglah kakak beradik Risa dan Ryohei. Mereka bisa jadi satu angkatan karena Ryohei lompat kelas pas SD. Risa adalah orang yang disukai Fukka. Mereka cukup dekat dan tampaknya sedikit lagi bakal pacaran. Selain Risa dan Ryohei, datang juga Asuka. Asuka itu, orang yang aku suka. Huwaaaa, doki-doki suru da!

“Risa, Ryohei, ohayou!” sapa Asuka.

“Ohayou, Asuka!” sapa Risa.

Ryohei mempercepat langkahnya dan meninggalkan mereka berdua. Memang anak itu tidak suka bersosialisasi, malah kadang terlampau cuek. Aku lebih senang sama Asuka karena Asuka itu sesuai dengan tipeku. Fukka yang dari tadi tertawa dan masih bisa membuat bahan obrolan jadi terlihat lebih kalem kalau melihat Risa. Mungkin karena deg-degan kali ya.

“Eh, kok pada diem sih ni anak berdua?” tanya Ikki.

“Kan ada gebetannya di depan.” sahut Hikaru yang disambut oleh tawa Ikki, Sakuma, dan Miyadate.

“Tadi lu cemburu kan liat tasnya Mika dibawain sama Nozawa?” candaku pada Hikaru.

“Nggak usah dibahas deh.” kata Hikaru yang mempercepat langkahnya.

Aku, Fukka, Ikki, Sakuma, dan Miyadate mengejarnya.

“Bercanda doang tau!” kataku, “nggak usah dibawa serius.”

“Gw juga bercanda kok.” kata Hikaru sambil memperlihatkan evil-smile-nya.

***

Fukka’s POV

Bel masuk berbunyi. Meski sudah bel, tetap saja masih ada yang di luar. Yang di kelas saja belum semuanya duduk di tempat masing-masing. Aku memainkan game yang selalu kubawa ke sekolah. Katokan, si biang gosip kelas, datang dengan berlari menuju ke kelas.

“Ada berita!” seru Katokan yang langsung berdiri di belakang meja guru.

Aku menge-pause game yang kumainkan dan memperhatikan Katokan bicara. Biasanya dia yang sering bawa gosip dari ruang guru ke kelas.

“Gosip apa lagi nih?” tanya Funabiki, salah satu playboy kelas kami.

“Ada anak baru!” seru Katokan dengan senyum lebarnya

“HEEEEE?!” suara satu kelas yang langsung gempar mengatakan, “Dare?”

“Cewek atau Cowok?” tanya Ikki.

“Kebetulan yang tak terduga. CEWEK!” kata Katou menggemparkan satu kelas.

“Cantik ga? Cantik ga?” tanya Funabiki dengan wajah antusias.

“Belum tau. Nanti sensei ke sini bawa dia.”

Setelah pengumuman itu, teman-teman sekelasku langsung bergosip. Nggak cewek, nggak cowok, semuanya emang tukang gosip di kelas ini. Aku tidak terlalu tertarik dengan masalah ini. Jadi, kulanjutin aja gameku. Kalau kulihat-lihat, tidak semua teman-temanku suka gosip, apalagi buat yang cowok. Ryohei tetap serius dengan bukunya, Sakuma hanya diam di bangkunya, begitu juga dengan Miyadate. Kalau yang cewek, setahuku yang pendiam Ami. Dia saking pinter dan rajinnya sampai nggak pernah kelihatan bergaul. Katanya anak-anak sih, dia sering ke Harajuku sama ke Shibuya. Pasti modis lah kalo suka ke sana. Kalo diliat dari seragamnya sih, cukup modis juga. Secara nggak sengaja, aku dengerin percakapan Risa dkk. Kalo denger suara Risa jadi deg-degan banget!

“Siapa yah anak barunya? Penasaran gw.” kata Risa sambil mengobrol dengan Asuka, Haruna, dan Mika.

“Jangan-jangan artis!” kata Haruna sambil berkhayal

“Gw sih ga terlalu peduli.” jawab Mika dengan nada dingin.

“Hah? Emang mau ada anak baru?” tanya Asuka yang mulai kumat lemotnya.

“Asuka, lola bener sih lo? Tadi baru aja si Katokan bilang mo ada anak baru. Di kelas ini.” jawab Risa.

“Cewek? Cowok?” tanya Asuka

“Cewek!” jawab Risa, Haruna, dan Mika bersamaan.

Setelah mendengar percakapan mereka, aku masih serius bermain game tapi nyambi nguping juga. Oh tidak! Ternyata di sampingku ada orang yang selalu mengganggu hubunganku dengan Risa. Kulayani saja dia. Namanya Ruka. Waktu kelas 1 dulu, dia gangguin hubungan Sanada dan Marina. Untungnya mereka berpegang teguh dan akhirnya jadian juga. Masalahnya nih, sekarang targetnya aku sama Risa. Bete banget kan?

“Kenapa?” tanyaku.

“Nggak. Cuma nyamperin kamu aja.” jawab Ruka.

“Nyamperin gw? Buat apa?”

“Biar tambah deket.” kata Ruka yang memegang tanganku.

Kulepaskan saja tanganku dari genggamannya. Dikira suka apa? Sori ya. Pengganggu kayak Ruka tuh lebih baik pergi jauh-jauh dari hadapanku.

***

Shota’s POV

Kasihan sekali Fukka diganggu oleh “virus” pengganggu hubungan seseorang itu. Semoga saja Risa yang cemburuan bisa melawan si “virus” pengganggu seperti Ruka. Marina saja bisa langgeng sama Sanada meski diganggu sama Ruka. Tampaknya Ruka belum menjauh dari hadapan Fukka meski Fukka serius banget memainkan gamenya.

“Eh, virus! Pergi aja lo dari hadapan Fukka!” seruku.

Persis setelah kukatakan hal tersebut, Risa yang bangkunya ada di belakangku langsung menoleh ke arah Fukka dan air mukanya berubah.

“Ganggu mulu sih bisanya!” seru Risa.

Di kelas, aku dan Risa dijuluki oleh teman-teman sekelas “orang yang paling terus terang”. Kami kalo ngomong emang paling nyelekit, tapi kami selalu berbicara apa adanya. Karena sifat Risa yang inilah Fukka lebih menyukainya. Dulu Fukka pernah bilang, “orang kadang ngomongnya suka nggak terus terang biar nggak nyakitin hati orang. Gara-gara Shota, aku jadi tahu orang-orang yang nggak terus terang itu gimana. Nyelekit nggak papa, yang penting dia bisa ngomong apa adanya.”. Aku sangat senang saat Fukka mengatakan hal itu.

(Shota flashback kenapa Fukka bisa suka sama Risa)

Saat itu sedang berlangsung pelajaran olahraga untuk anak kelas 1 B. Fukka tidak ikut karena sakit. Meski saat itu banyak yang sakit, tapi hanya Fukka yang tidak mengikuti olahraga. Ia duduk di pinggir lapangan sambil menghangatkan diri. Risa mendekati Fukka dan mengajaknya berbicara.

“Sakit ya?” tanya Risa.

“Iya.” jawab Fukka.

“Itu anak-anak yang sakit banyak yang olahraga kok.” kata Risa, “kok kamu nggak?”

“Kata dokter aku nggak usah ikut olahraga dulu. Maklum, jantungku lemah.”

Saat Risa mau mengatakan sesuatu, dia dipanggil guru untuk pengambilan nilai.

“Gomen ne, nggak bisa lama-lama ngobrolnya. Cepet sembuh ya! Jangan sakit terus! Jyaa ne!” kata Dhanee sambil berlari menuju lapangan.

Saat itu, kulihat warna pada wajah Fukka berubah menjadi merah padam. Entah apa yang ia pikirkan. Aku melihatnya saat itu. Saat dimana Fukka menemukan cinta pertamanya.

(flashback selesai)

***

Wali kelas pun datang bersama dengan murid baru itu. Gadis itu bertubuh tinggi, wajahnya masih tampak seperti anak-anak, kurus tapi nggak kerempeng, dan memiliki gingsul yang menjadi ciri khasnya.

“Heeeee,” seru anak-anak satu kelas yang dilanjutkan oleh keberisikan mereka.

“KAWAII NA ONNA!!!” seru Funabiki yang membuat satu kelas gempar untuk menjitak Funabiki.

Aku memperhatikan anak-anak di kelas saat itu. Kulihat Sakuma dan Risa cukup kaget melihat anak baru itu. Mungkin mereka mengenalnya. Sedikit menguping percakapan.

“Ah!” seru Sakuma dengan raut muka kaget

“Mizuki-chan (?)” Risa menggumam dengan nada berbisik.

“Risa, daijoubu? Kamu kenal sama dia?” tanya Haruna.

“Un? Ah, daijoubu! Aku ngerasa kayak kenal aja.”

Haruna hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O.

“Hai, hari ini kita kedatangan murid baru. Namanya Arisawa Mizuki. Arisawa-san, harap memperkenalkan diri.” kata Inohara-sensei yang lebih sering dipanggil Inochi-sensei.

“Arisawa Mizuki desu. Yoroshiku onegaishimasu.” kata Arisawa sambil menunduk sopan.

“Arisawa ini dari sekolah khusus wanita. Pindah ke sini karena ingin mencari suasana baru. Benar begitu bukan, Arisawa-san?” tanya Inochi-sensei.

“Hai!” jawab Arisawa semangat.

“Sensei, bangku di belakang saya kosong!” seru Nozawa sambil cengengesan padahal nggak ada yang lucu sama sekali.

“Arisawa-san, silahkan duduk di sana. Hai, kita mulai pelajaran kita tentang . . .” Inochi-sensei langsung mengawali pelajaran.

***

Fukka’s POV

Hore!!! Bel istirahat berbunyi. Hari ini ada makanan dari sekolah. Ada natto. Yatta! Natto daisuki! Selain natto, ada katsu kare juga. Katsu kare adalah makanan favorit teman-teman sekelas. Aku juga menyukainya. Katsu kare buatan sekolah memang paling enak!! Kelas langsung menjadi sepi, hanya ada bunyi ketukan sendok pada piring. Mereka semua dengan lahap memakan makan siang hari ini.

“Fukka, ke rooftop yuk!” ajak Hikaru.

“Yuk! Shota mo ikou ka?” tanyaku.

“Un! Ikou!”

“Atashi mo iku!” seru Ruka dengan nada sok imutnya.

Lagi-lagi dia!!! Padahal kami ke rooftop untuk membicarakan masalah kami pribadi, tapi “virus” ini selalu mengganggu kami.

“Ngapain sih lo ikut?! Mau mengumbar privasi?” tanya Shota blak-blakan.

“Ng..nggak sih. Cuma pengen ikut aja.” jawabnya dengan nada yang tetap sok imut, yang membuat orang-orang ingin menutup kupingnya.

“Ya udah kalo gitu. Ikou!” ajak Hikaru dengan senyum di wajahnya.

Hikaru paling bisa menyembunyikan emosi, berbeda dengan Shota. Shota kalau emosi jadi blak-blakan. Nggak emosi pun begitu. Berbeda denganku yang lebih memilih diam dari pada mencari keributan.

Dalam perjalanan menuju rooftop, kami sempat bertemu Risa dan Haruna yang sedang menemani Arisawa keliling gedung sekolah. Jujur, aku saking deg-degannya sampe nggak bisa ngomong sama Risa. Malah yang ngomong Hikaru terus. Shota udah keburu bete gara-gara Ruka ikutan.

“Risa, Haruna!” panggil Hikaru, “Wah, lagi ngajak Arisawa-san keliling ya?”

“Iya.” jawab Haruna.

“Kalian pasti mau ke rooftop ya?” tanya Risa.

“Iya. Duluan yah!” kata Hikaru

Tampaknya Risa tidak senang dengan keberadaan Ruka bersama kami. Setelah mengobrol sebentar, kami pun berpisah. Ruka masih saja bawel dengan suara sok imutnya yang membuat telinga kami pengang. Shota pun angkat bicara.

“Bawel lu ah! Bisa nggak lo ngeluarin suara asli lo? Bukan suara yang dibuat-buat kayak gini!” bentak Shota yang sudah tidak bisa menahan emosinya.

“Ta.. tapi, suaraku memang udah begini dari dulu.” jawab Ruka dengan muka memelas dan suara yang makin dibuat-buat mau nangis.

“Kenapa? Mau caper karena nggak ada yang merhatiin? Atau caper biar jadi ketua OSIS? Lo mau ngerebut Fukka dari Risa kan? Nggak usah nyelak lagi lo!” bentak Shota lebih keras dari yang awal.

Shota kalo udah bentak pasti lawannya langsung diam. Kecuali lawan ngebentaknya aku, Hikaru, Risa, Haruna, dan Asuka. Nggak bisa dihentikan. Nah, saat ini Ruka langsung diam setelah bentakan Shota yang kedua kalinya. Selama perjalanan, Ruka jadi tidak bawel lagi kayak tadi.

***

Shota’s POV

Lah kok si “virus” diem sih? Kayaknya dari tadi baweeeel banget. Kayaknya bentakan gw masih belom kebal di hadapan dia. Bagus lah kalo gitu. Kalo sama yang udah kebal mah susah.

“Ah, akhirnya dapet udara segar juga!” seruku saat sampai di rooftop.

Seperti biasa rooftop rame buat pacaran. Hwahahahahahahaha! Waktu itu Fukka, aku, sama Hikaru pertama kali PDKT juga di sini. Hikaru yang senang dengan langit langsung mengeluarkan hpnya untuk memotret nuansa langit hari ini. Risa dkk juga datang ke sini, tapi yang sekarang ditambah Arisawa. Di samping Arisawa ada Sakuma. Hmm, mungkin mereka udah pacaran sejak lama kali ya? Atau mungkin mereka bersaudara? Hmm, mana ku tahu masalah seperti itu.

“Kyou no sora wa kirei deshou?” tanya Mika yang sudah berada di sebelah Hikaru.

“Ah. Mika-chan!” kata Hikaru yang mengeluarkan tanda-tanda gugup, “so..sou da!”

Senangnya ada mereka di sini. Jadi rame! Karena kita semua dekat jadi udah biasa. Sakuma selalu memiliki aura yang berbeda. Saat berangkat sekolah ia selalu tertawa dan enak diajak ngobrol, tapi kalau sudah di kelas dia berubah jadi cowok super pendiam. Entah apa yang dipikirkan, semuanya tidak ada yang mengerti. Semoga dengan kedatangan Arisawa di kelas dapat membantunya untuk bisa tersenyum.

“Fukka, pinjem NDS dong.” kata Risa dengan nyengir lebarnya.

“Nih!” kata Fukka sambil memberikan NDS yang selalu dibawa kemana-mana, “pasti mau lanjutin ya?”

“Tahu aja.” kata Risa dengan senyum manisnya

Ah, enaknya Fukka. Punya gebetan yang memiliki kegemaran yang sama. Kalau dibanding aku, jauh banget. Hikaru cukup setipe lah sama gebetannya. Tapi Mika suka terlampau cuek. Kalau dilihat-lihat juga, mereka adalah pasangan yang serasi. Haduuh, Shota!!! Mikirin apa sih kamu?? Kami di rooftop mengobrol ngalor ngidul, ngecengin yang lagi PDKT, dan lain sebagainya.

Wasurenai Hito - Prologue

Title: Wasurenai Hito
Author: zeroxasuzaku a.k.a dhanee
Genre: School Life, Human Drama, a bit of Romance
Rating: PG-13
disclaimer: for boys their johnnys, for girls thanks for you cooperation ^^

PROLOG

Fukka’s POV

Kamar ini terasa berbeda dari yang dulu. Ramai. Tidak seperti sekarang. Sepi. Tinggal 2 orang saja yang memakai kamar ini, aku dan kembaranku, Shota. Sejak ia pergi, suasana di rumah pun berubah. Tapi aku sangat berterimakasih padanya karena dia tetap mensupport aku sampai akhir hayatnya. Entah itu dalam masalah sekolah, cewek, dan lain sebagainya. Aku sangat merindukan kehadirannya di rumah ini, di kamar ini.

“Fukka, ikou!” sahut Shota dari dekat pintu.

“Hai.” jawabku sambil mengambil tasku yang tergeletak di meja kasur.

***

Shota’s POV

Tidak terasa, sudah 2 tahun ia pergi meninggalkan kami semua. Terkadang, aku sedih jika mengenang masa-masa itu. Namun, dibalik kesedihan itu aku juga dapat mengambil hikmahnya. Sekarang, aku tahu kapan saatnya aku harus menjadi seorang anak baik. Karena dia, aku jadi bisa menjaga emosiku. Karena dia pula, aku bisa mengerti betapa susahnya hidup yang harus dialami olehnya. Support dari dialah yang membangun kami untuk menjadi manusia yang lebih baik. Aku sangat merindukannya. Senyumnya, gelak tawanya, cara berbicaranya, dan lain sebagainya.

***

Hikaru, kami semua merindukanmu. Ia adalah kembaran kami yang pergi 2 tahun yang lalu. Sosok orang yang tahu kapan waktunya untuk diam dan kapan waktunya untuk berbicara. Meski paling muda, ia dapat dijadikan panutan. Tipe laki-laki sempurna idaman para wanita. Ia juga paling gampang mengalah. Ia tidak pernah menangis. Saat ia gagal, ia hanya tersenyum menyembunyikan kesedihannya. Cara berbicaranya yang memiliki intonasi dan nafas yang sempurnya, senyum dan gelak tawanya yang tidak dibuat-buat membuat kami bangga memilikinya sebagai keluarga. Dibalik kesempurnaan yang dimiliki oleh Hikaru, ada satu kekurangan yang sangat fatal akibatnya. Kekurangan itu adalah dia menderita leukimia.

Kamis, 13 Agustus 2009

When We Lost Someone Important - chapter 5

Title: When We Lost Someone Important
Author: zeroxasuzaku aka Dhanee
Rating: PG
Genre: angst , school life, human drama
warning: agak mengandung kekerasan , dan kayaknya bakal ada shonen-ainya tuh. wkwkwkwkwk
disclaimer: yang cowo jonis, yang cewe yang bikin dan yang mau dijadiin karakter di sini :)

Fukka dan bapaknya pulang bersama berhubung Fukka sempat kambuh penyakitnya. Di rumah mereka sendiri, hanya Shota dan Hikaru yang ada. Okada-sensei sudah pulang karena ada shift di rumah sakit. Shota menggantikan baju Hikaru dari seragam menjadi piyama dan membuatkan makan malam untuk bertiga. Hikaru dibuatkan bubur polos.

“Kok pada belom pulang ya? Hachuu!” gumam Shota yang dilanjutkan dengan bersin, “Ada yang ngomongin gw ya? Aneh banget kalo gw bersin di saat seperti ini.”

Shota mengambil tissue yang ada di dekatnya dan mulai membuang ingusnya yang mulai meler. Untunglah masaknya udah selesai. Jadi ia bisa konsentrasi dirinya sendiri.

“Tadaima!” seru otou-san.

“Okaeri, otousan! Fukka-kun mo!”

Fukka hanya diam dan mempercepat langkahnya menuju kamar. Ia merasa hari ini adalah hari yang paling sial baginya. Karena hari ini ia harus menerima 2 kenyataan pahit dalam hidupnya secara bersamaan dalam 1 hari. Saat masuk ke kamar, ia melihat Hikaru yang tergolek lemah di kasur dan mulai mengeluarkan air matanya saat berada tepat di sebelah Hikaru untuk menggantikan kompresnya. Hikaru bisa merasakan bahwa Fukka menangis saat itu.

“Nande Fukka naiteru no?” tanya Hikaru yang merasakan keberadan Fukka di dekatnya.

“Nandemonee.” jawab Fukka sambil menyeka air matanya dan mulai melepas seragamnya.

“Gomen ne! Yang masalah Risa tadi.”

“Ee yo!”

“Gara-gara aku, kamu jadi gini sekarang.”

“Mou ee dakara sa! Kamu nggak salah apa-apa.” kata Fukka sambil ganti baju, “ini salahku. Aku yang harus nanggung itu semuanya.”

Otou-san datang menjenguk Hikaru.

“Gimana kabarnya?”

“Udah lebih baik kok, Otou-san! Cuma masih pusing banget.”

“Sou ka.”

“Tes darahnya udah keluar hasilnya?”

Otou-san memberikan sinyal kepada Fukka agar dia keluar dari kamarnya karena otou-san butuh pembicaraan yang bersifat pribadi khusus otou-san dan Hikaru meski Fukka sudah mengetahui semuanya.

“Ban gohan tabemasu ka?” tanya Shota tepat saat Fukka keluar dari kamar.

“Zen zen.”

“Otou-san wa?”

“Udah jangan di sini.” kata Fukka sambil merangkul bahu Shota untuk menjauh dari kamar, “mereka butuh privasi.”

Shota merasa ada yang disembunyikan dari Fukka masalah Hikaru. Dengan segera Shota menanyakan apa yang terjadi sebenarnya.

“Fukka, gw butuh penjelasan yang jelas sekarang! Lo pasti tau apa yang terjadi pada Hikaru.”

“Jitsu wa...”

Fukka menjelaskan semuanya kepada Shota, begitu juga otou-san yang menjelaskan pada Hikaru. Reaksi mereka sama, shock. Tapi caranya berbeda.

“O..otou-san seri..us?” tanya Hikaru dengan nada shock.

Otou-san hanya mengangguk karena sudah tidak bisa mengatakannya lagi.

“Kalo emang aku harus terapi dari sekarang, nggak papa kok. Aku bakal berusaha biar jadi lebih baik meski umurku nggak lama lagi.” kata Hikaru sambil mengeluarkan senyum pahit dari bibirnya.

Sementara itu di luar kamar...

“Fukka... lo nggak bohong kan?”

“Gw nggak bohong!”

“Sumpah! Gw masih nggak bisa percaya.” kata Shota sambil menahan rasa sakit di dadanya.

Shota pingsan seketika. Fukka mengangkatnya ke sofa dan membuatkan segelas koucha hangat. Menunggu Shota yang masih tidak sadarkan diri, Fukka mengipasinya agar Shota tidak kepanasan. Setengah jam kemudian, Shota pun sadar dari pingsannya.

“Fukka...” panggil Shota yang masih diambang antara sadar dan tidak.

“Hai?”

“Gw masih hidup kan?”

“Iya lah! Tenangin diri dulu. Nih minum dulu.” kata Fukka sambil memberikan koucha yang masih hangat.

Shota meminumnya perlahan tapi langsung habis. Ia menunduk karena masih tidak mempercayai masalah penyakit Hikaru. Menyembunyikan tangisannya dari Fukka juga sih sebenernya. Melihat ada yang aneh dari kembarannya, Fukka pun memeluk Shota.

“Nangis aja. Kupinjamkan bahuku.”

“Kenapa lo masih bisa sesabar itu?”

“Karena gw tau ini duluan. Papa yang ngasih tau tadi di kantornya.”

“Terus lo nerima begitu aja? Nggak punya hati banget sih lo!”

“Bukannya gitu. Lo tadi kan pulang duluan dan gw yang disuruh ke kantornya papa. Aku liat secara langsung hasil tesnya dan dia positif leukimia.”

Shota diam. Dia tidak mau mengeluarkan satu kata pun saat itu. Atmosfir menjadi tidak sebagus yang tadi. Fukka mengajak Shota makan dan untungnya ia masih punya selera untuk makan. Mereka pun beristirahat di kamarnya.

“Kalian bertiga besok nggak usah masuk ya. Tenangin diri dulu sekalian istirahat.” kata otou-san.

Mereka hanya mengangguk lalu tidur. Otou-san mematikan lampu kamar mereka seperti saat mereka masih kecil dulu.

***

Hari berganti hari, akhirnya suasana kelas yang awalnya tidak begitu menyenangkan sudah lebih baik. Hasshi dan Mizuki sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Hutang-hutang Sakuma juga akhirnya sudah dilunasi oleh keluarga Mizuki. Hasshi akhirnya pindah ke apartemen yang sama dengan Risa dan Sakuma.
Mulai hari ini, Fukka, Shota, dan Hikaru bisa masuk sekolah bersama-sama. Biasanya yang masuk kalo nggak Fukka doang ya Shota doang. Hikaru istirahat terus di rumah. Tapi setelah kuat untuk ke sekolah, akhirnya dia diizinkan untuk pergi ke sekolah.

“Hikaru-kun, ohayou!” sapa Katokan.

“Ohayou, Katokan!” balas Hikaru.

“Udah sehat? Seminggu nggak masuk bikin khawatir satu kelas!”

“Hahahahahaha! Gomen!”

“Terima buku dari kami kan?”

“Terima kok. Makasih banyak ya!”

“Sama-sama!”

Mereka bertiga memasuki kelas secara bersamaan dan disambut oleh teman-teman sekelasnya. Tetapi, Risa, Mizuki, Hasshi, Abe, dan Sakuma tetap duduk di belakang. Hikaru menyapa mereka tetapi mereka tetap mengacuhkannya. Ia hanya menggigit bibir sambil duduk di bangkunya.

“Daijoubu. Mereka cuma iri sama lo.” kata Shota.

“Nggak juga ah kayaknya.”

Shota hanya diam dan kembali duduk di bangkunya. Kalah gw! Pikir Shota dalam hatinya. Tapi Shota tidak akan menyerah melakukan niat terakhirnya untuk Risa. Meski sekarang Risa sudah tidak sedekat dengan mereka seperti dulu, tapi Shota masih belum puas dengan keadaan yang sekarang.

***

Meski sudah diberi tugas oleh guru yang tidak hadir, mereka tetap saja lebih memilih untuk mengobrol dan bermain daripada mengerjakannya. Risa yang biasanya mengerjakan pas udah mau dikumpulin tumben-tumbenan rajin udah selesai ngerjain. Begitu juga dengan Hikaru yang langsung tidur di kelas.

“Ryohei, bisa ngobrol sebentar?” tanya Risa dengan nada yang berbeda dari biasanya kalo di sekolah.

“Ee yo, neechan. Nande?”

“Rika mo dateng ke flat kita.”

“BOHONG!”

“Nggak bohong gw!”

“Ngapain dia ke situ?”

“Katanya sih dia lagi agak nggak betah gitu di rumah. Soalnya papa sama mama jarang di rumah. Kesepian gitu deh.”

“Oh. Ya udah. Tapi di kamar kakak ya!”

“Iyalah! Emang mo dimana lagi?” tanya Risa sambil menjitak Ryohei.

“Itte!” seru Ryohei.

“Segitu doang sakit?”

“Nggak kok. Cuma refleks aja.”

“Tapi, gw nggak punya duit buat makan bertiga!”

“Ntar patungan aja kalo gitu. Rika tabungannya banyak ini kan?”

“Iya juga ya. Hhhhhh... ya udah deh kalo gitu. Ntar pulangnya mo bareng atau lo duluan?”

“Aku duluan deh. Mo beresin kamar.”

“Gaya lo!”

Rika adalah adik Risa dan Ryohei yang paling kecil. Masih kelas 6 SD. Perbedaan umur di antara mereka memang sedikit maka dari itulah mereka sangat kompak. Apalagi Risa dan Rika yang sering melakukan hal yang mereka senangi bersama-sama.
Risa pun kembali ke tempat duduknya dan mulai iseng-iseng menulis di bukunya. Shota memutar badannya untuk mencoba berbicara pada Risa.

“Tulisanmu bagus ya.” kata Shota setengah memuji setengah mengejek.

“Lo nyindir?” tanya Risa dengan mata yang masih tertuju pada bukunya.

“Nggak juga.”

Risa menutup bukunya. “Sekalian aja lo nggak usah ngomong sama gw!” bentak Risa, “ntar ada yang marah.”

“Ha?”

“Lo bego atau tolol sih?”

“Nggak dua-duanya.”

“Kalo nggak dua-duanya, berarti lo ngerti apa yang gw bilang.”

“Sori, gw masih belom ngerti apa yang lo maksud.”

Risa menuliskan kata “AHO!” dengan huruf yang diperbesar di sebuah kertas lalu diberikan ke Shota. Shota pun menjadi geram dan membulatkan tekadnya untuk membully Risa. Akhirnya, Shota pun mengajak Fukka ke rooftop membicarakan strateginya.

“Gw nggak ikutan ya.”

“Ah, Fukka! Kenapa nggak mau? Kan asik!”

“Yang ada bukannya gw baikan sama dia, tapi malah menambah konflik.”

“Sampe sekarang lo nggak ngomong apa-apa sama dia?”

“Dia jawabnya irit banget. Lebih sering diem.”

“Lo masih nyalahin gw?”

“Nggak sih. Itu salah gw. Gw yang harus bertanggung jawab.”

“Sebenernya gw nggak bisa maksain juga.”

“Eh?”

“Itu terserah lo juga. Kalo pun gw melakukannya sendiri, Risa pasti juga marah sama lo.”

“Kenapa gitu?”

“Entahlah.” kata Shota menghentikan perkataannya sebentar, “Cuma firasat gw aja. Sebenernya, gw pengen lo sama Risa pacaran. Tapi, itu semua hancur gara-gara gw sama Hikaru yah...”

Fukka diam sebentar, lalu memeluk Shota erat-erat. Tapi, Shota malah melepas pelukan dari kakak kembarnya itu.

“Udahlah. Gw tau lo masih sayang banget sama Risa, dan lo juga sayang banget sama kita. Jadi, gw nggak akan maksa lo untuk bantuin gw. Gw bisa sendiri.”

Fukka mengangguk tanda setuju. Karena sudah mulai bel Istirahat, mereka pun kembali ke kelas untuk makan bekal. Ternyata, hari ini memang tidak ada makanan dari sekolah. Beruntunglah bagi yang membawa bekal dan lagi bawa duit karena bisa jajan di kafetaria.

“Fukka, Shota, ayo sini!” sahut Sanada, “makan bareng yuk!”

Mereka langsung berjalan ke mejanya Hikaru dan makan bersama di situ. Begitu juga dengan Risa dkk, mereka juga makan bentou bersama sambil gosip. Karena kelas terlalu ramai jadi banyak yang nggak denger.

“Risa, sebenernya lo tuh masih sayang nggak sih sama Fukka?” tanya Mizuki.

“Masih.” jawab Risa, “tapi marah juga.” lanjutnya.

“Kenapa?” tanya Marina.

“Lagian dia belom minta maaf.”

“Elonya yang pasang tampang terlalu dingin kali!” kata Asuka.

“Habis bete sih!” kata Risa yang suaranya toa banget.

“Kecilin volumenya, Risa!” kata Haruna.

“Biarin. Dia denger juga nggak papa.” kata Risa cuek, “Ngomong-ngomong, lo masih semangat ngejar Ryohei nggak, Haruna?”

“Masih. Tapi susah ya.”

“Kayaknya dia lagi suka sama seseorang.” kata Risa dengan santainya.

Teman-temannya hening sementara Risa dengan cueknya makan.

“AAAPAAAAAAAAAAA??????????!!!!!!!!!!” seru mereka semua yang langsung menghebohkan suasana kelas.

“Eh, serius lo? Masa sih?” tanya Mika.

“Kalo dia suka, berarti tuh cewek perfect bener ya...” kata Haruna.

“Nggak tau. Pokoknya waktu itu dia bilang ke gw kalo dia lagi suka sama seseorang.” kata Risa.

“Lo tau?” tanya Mizuki.

“Nggak.”

-hening-

“Yah, kok lo nggak tau sih!” kata mereka berbarengan.

“Nggak seru ah, Risa.” kata Asuka.

“Ya kalo gw emang nggak tau jangan dipaksa dong!”

Akhirnya mereka pun mengganti topik sampai istirahat selesai. Mereka mulai merapikan kembali kursi yang dibawa ke sebelah meja Risa. Begitu juga dengan yang cowok, mereka merapikan bangku yang dibawa untuk makan bersama di mejanya Hikaru. Ryo-sensei yang baik hati datang mengajar IPA. Seperti biasa yang selalu dilakukan oleh guru-guru saat masuk kelas adalah mengabsen murid-murid yang ada di kelas.

“Hikaru-kun, hisashiburi!” sapa Ryo-sensei saat mengabsen Hikaru.

“Hisashiburi.” balas Hikaru sambil tersenyum.

“Masih sakit?”

“Yah, udah lumayan sih.”

Ryo-sensei pun melanjutkan absennya, setelah itu memulai pelajaran tentang rangka tubuh manusia.

***

Bel pulang berbunyi, semuanya pun pulang atau ikut kegiatan club. Ryohei langsung melesat pulang ke rumah, Fukka dan Shota mengantarkan Hikaru ke rumah sakit untuk pengobatan penyakitnya, sementara Risa dkk menyibukkan diri dalam kegiatan club masing-masing.

Di flatnya Risa dan Ryohei, Ryohei membereskan flatnya sebelum Rika datang untuk tinggal bersama dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat. Yang penting kalo papa dan mama sudah bisa bersama lagi, mereka semua akan pulang ke rumah semula.

“Ting Tong!” suara bel berbunyi tanda ada seseorang yang masuk.

“Haaaiiii!” seru Ryohei dari dalam.

Saat pintu dibuka, terlihat sosok anak SD dengan umur berkisar 12 tahun, dengan tas ransel merah di punggungnya dan beberapa tas tambahan.

“Oniichan!” seru anak kecil itu sambil memeluk Ryohei.

“Rika-chan! Ohisashiburi!”

“Ohisashiburi, oniichan!” kata Rika dengan mata berbinar.

Ryohei membantu Rika membawakan tas-tas bawaannya yang cukup besar itu dari mobil. Ryohei membuatkan minum sebentar.

“Emang kapan mama sama papa balik?” tanya Ryohei.

“Nggak tau. Abis mereka jarang ngehubungin lagi.”

“Sama kamu aja jarang, gimana sama kami?”

Mereka berdua diam...

“Ne, neechan wa?”

“Sibuk sama clubnya. Maklum dia ketua club kesehatan.”

“Sou ka.”

Tidak lama kemudian, Risa sampai di rumah.

“Rika-chan!” seru Risa yang langsung berlari masuk ke dalam.

“Neechan!” kata Rika yang langsung memeluk Risa.

“Kok nggak disiapin makanan sih?”

“Kan niichan nggak bisa masak. Hehehehehehehehehehe!”

“Sialan lu!” sahut Ryohei.

“Ya udah. Kalo gitu, neechan siapin makan dulu. Kamar Rika barengan sama neechan ya.” jelas Risa.

“Ryokai!” kata Rika dengan penuh semangat, “niichan, udah naro tasnya?”

“Dari tadi kali!!!”

Ryohei dan Rika pun kembali berantem nggak jelas, sementara Risa membuatkan makan malam untuk bertiga. Ryohei pun membawa Rika ke kamar kakaknya agar bisa lebih tenang.

“Sama kaya di rumah kamarnya. Biru semua!” kata Rika.

“Nggak mungkin pink lah! Emang elu?” kata Ryohei sambil bercanda kepada adiknya itu.

“Ih, niichan!” seru Rika sambil memukul Ryohei, “aku kan nggak suka pink!”

“Lah itu baju lo pink! Hahahahahahahahaha!”

Ryohei mengatakan sambil keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan.

“Neechan, cepetan masaknya!” seru Ryohei.

“Bawel bener sih! Kalo temen sekelas tau kamu sebawel ini apa jadinya ya?”

“Nggak tau deh! Palingan juga nggak ada yang peduli.”

“Ikki peduli kok.”

Muka Ryohei memerah.

“Ah... kalo dia sih, semuanya peduli.” jawab Ryohei tergagap.

Risa yang sedang menyiapkan makanan hanya tersenyum mendengar penjelasan adik laki-lakinya ini.

to be continue :D

Selasa, 28 Juli 2009

When We Lost Someone Important - Chapter 4

Risa sampai di apartemennya dan langsung masuk ke kamarnya lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ia membenamkan mukanya di bantal dan mulai menangis. Daripada nangis di sekolah, lebih baik nangis di kamar mumpung sendirian. Semua emosinya diluapkan dalam tangisannya. Setelah 5 menit menangis, Risa mulai membuka laptopnya dan melanjutkan novel yang belum lama ini ditulisnya. Ceritanya ya tentang remaja gitu lah. Nggak jauh-jauh dari kehidupannya juga. Di situ, emosinya benar-benar diluapkan sampai akhirnya ia tenang sendiri.

Karena banyak guru yang tidak hadir pada hari itu karena sibuk mengurusi kelas 3 yang ujian, akhirnya anak-anak banyak yang cabut. Termasuk Ryohei, yang sama sekali belum pernah terlambat dan cabut. Cabutnya bareng Ikki juga, soalnya mereka mau belajar bareng. Fukka pun pergi ke kantor bapaknya dengan segera.

“Ada apa, Pa?” tanya Fukka di ruang kerja bapaknya.

“Aku mau ngomong masalah Hikaru. Sebelumnya papa minta maaf karena kamu nggak dikasih tau kenapa Hikaru akhir-akhir ini sering pingsan, lemes, atau malah demam.”

“Nggak papa kok, Pa! Aku juga bingung kenapa Hikaru jadi lebih lemah dari biasanya. Emang ada apa sih?”

Sang ayah langsung mencari hasil tes darah yang dilakukan Hikaru beberapa hari yang lalu.

“Tes darah Hikaru yang waktu itu ya?”

“Iya.” jawab sang bapak singkat.

“A..ano, aku nggak ngerti ini maksudnya apa. Bisa tolong papa jelasin?”

Sang bapak menjelaskan bahwa Hikaru terkena penyakit yang sangat parah yaitu Leukimia Limfisotik Akut dan harus menjalani kemoterapi mulai dari sekarang sebelum semuanya terlambat. Fukka saat itu shock banget langsung diem, nunduk, nggak ngomong sepatah dua patah kata apapun. Tapi dari nafasnya yang pendek dan suara nafasnya yang nggak beraturan, sudah ketebak dia shocknya udah cukup parah.

“Cuma itu yang papa bisa jelasin, sayang.” kata bapak sambil mengelus punggung Fukka perlahan.

“Pa..hh.. aku masih ga percaya.. uhuk! Uhuk!” kata Fukka yang mulai keluar bengeknya.

Fukka yang benar-benar shock saat itu udah nggak ngomong apa-apa lagi. Asmanya udah kambuh, pake bengek pula. Bapaknya langsung mencari ventolin yang biasa dibawa Fukka ke sekolah.

***

“Tadaima!” ucap Ryohei dengan suara yang cukup keras.

“Okaeri!” balas Risa, “loh, ada Ikki juga.”

“Ou!”

“Aduh, sori nih berantakan.” kata Risa yang belum sempat merapikan flatnya.

“Nggak papa kok. Santai aja.”

Risa merapikan flatnya lalu membuatkan minum dan menghidangkan snack untuk Ikki.

“Risa, repot bener sih!” kata Ikki

“Ngomong-ngomong, tujuan lo ke sini mau ngapain?” tanya Risa.

“Mau belajar matematika sama Ryohei. Katanya, dia nggak keberatan kalo ngajarin.”

“Asal dibayar sih gw mau.” kata Ryohei yang membuat Ikki jadi menyusut, “joudan da yo!”

“Gw juga bercanda kok.” kata Ikki sambil memukul bahu Ryohei perlahan tapi sakit.

“Kak, tadi dicari kak Bishin pas aku nyampe.” kata Ryohei.

“Ngapain lagi sih itu orang?” gumam Risa, “terus kamu bilang apa?”

“Neechan lagi nggak enak badan. Jangan ditemuin dulu.” jawab Ryohei.

“Pinter emang kamu nih!” kata Risa sambil mengusap kepala Ryohei.

***

Sampai di rumah mereka, Okada-sensei tetap menemani Hikaru sampai Fukka kembali. Demam Hikaru semakin tinggi dan dia benar-benar hanya bisa tidur. Shota menyiapkan kompresan air dingin dan menaruh kompresan pada dahi Hikaru.

“Dari dulu sering sakit ya?” tanya Okada-sensei.

“Iya. Karena dia paling lemah, jadi paling rentan sama penyakit.”

“Ooo. Tadi pas olahraga terlalu capek kah?”

“Mungkin. Dia suka banget maen sepak bola dari kecil.”

“Aku juga suka sepak bola.”

“Oooo.” jawab Shota singkat.

Nggak lama kemudian, Shota menangis. Entah apa yang ia pikirkan, pokoknya ia menangis tersedu-sedu.

“Doushitano?” tanya Okada-sensei.

“Aku punya firasat buruk tiba-tiba. Hiks… hiks…”

“Daijoubu da yo!” kata Okada-sensei sambil memeluk Shota dengan hangat.

Shota tetap menangis meski lebih tenang dari yang awal. Shota memang dikenal sebagai yang paling nggak peduli sekitar kecuali mengenai masalah kebersihan, tapi sekalinya perhatian, perhatian banget. Sama aja kayak masalah cintanya dengan Asuka.

***

Saat Asuka pulang ke rumah, tidak sengaja bertemu dengan kakaknya, Asaka. Asuka diam saja saat melihat kakaknya bersama si kembar Shoon dan Reon. Maklum, Asuka juga suka sama Shoon.

“Loh, kok udah pulang?” tanya Asaka pada Asuka.

“Iya, Kak. Tadi disuruh pulang sama gurunya karena pada sibuk sama anak kelas 3.” jawab Asuka setengah berbohong.

“Berarti Fukka, Shota, Hikaru udah pulang dong?” tanya Shoon.

“Um,, yah,, mungkin.” jawab Asuka yang mencoba untuk menjadi lebih normal di depan Shoon, “kalo Shota sama Hikaru tadi emang pulang lebih cepet soalnya Hikaru sakit.”

“Sakit?” tanya Reon sambil mengernyitkan dahi, “Sakit apa? Perasaan kemaren sehat-sehat aja tuh.”

Sekali lagi, Asuka mencoba untuk lebih tenang dalam menghadapi mereka. Biasanya agak gugup, tapi kalo ada Asaka ya harus biasa aja.

“Tadi Hikaru yang pingsan gitu, Kak. Terus demam juga. Katanya Sensei dia disuruh istirahat aja. Ya udah mereka berdua pulang deh.”

“Terus apa hubungannya sama Shota?” tanya Reon dengan tampang bloonnya.

“Ah, gimana sih lu?!” seru Shoon sambil meng-tsukkomi kembarannya, “ya pasti Shota yang jagain lah! Dia kan orangnya teliti banget kalo masalah penyakitnya Hikaru.”

“Kalo gitu gw duluan ya pulangnya sama adek gw. Ntar sore gw maen ke flat kalian deh!” kata Asaka yang langsung berbalik ke arah Asuka.

“Aku ikut deh!” sahut Asuka.

“Ngapain ikut?”

“Temen Asuka ada di flat yang sama dengan kak Shoon dan kak Reon. Sebelahan lagi.”

“Oh, oke kalo gitu. Sampai ketemu nanti ya.” kata Asaka sambil pamit, “yuk!”
***

Risa keluar sebentar dari rumahnya untuk menemui Bishin.

“Apa lagi? Gw kan udah nggak ada utang lagi sama lo.” kata Risa

“Nggak kok, Risa! Gw cuma mau minta bantuan lo.”

“Ada masalah apa?”

“Gw pinjem uang lo dulu dong. Duit gw abis, gaji dari baito belom dikasih. Ayolah, Risa!” pinta Bishin dengan muka memelas.

“Kalo gw tagih jangan lupa balikin ya!”

“Iya! Janji! Gw bakal balikin tepat waktu!”

“Butuh berapa?”

Bishin menyebutkan jumlah yang ia perlukan. Tapi karena terlalu banyak untuk Risa, maka ia menolaknya dan mengurangi sampai batas yang ia mampu. Bukannya pelit, tapi emang Risa adalah orang yang irit. Dia bakal memberikan sesuatu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Setelah membuat persetujuan, Risa mengambil uang dan meminjamkannya pada Bishin.

“Sankyu ya, Risa! Ntar gw balikin deh kalo udah dapet gaji dari baito.”

“Sama-sama.”

Risa pun masuk lagi ke rumahnya dan mulai ikutan belajar bersama Abe dan Ikki. Tetep aja, abis belajar malah maen dulu, ngobrol-ngobrol, makan, dan lain sebagainya. Matahari tenggelam, langit semakin gelap.

“Udah gelap ni! Pulang nggak ya?” Ikki malah menanyakan hal yang nggak butuh untuk ditanyain,

“Terserah lo. Tapi jangan lupa ntar hari sabtu kita ke akiba.” kata Risa sambil nyengir.

“Ya udah, kalo gitu gw pulang ya. Mata ashita, minna!” pamit Ikki.

“Hati-hati ya, Ikki!” kata Abe.

Mendengar suara Abe sudah membuat hati Ikki jadi berbunga-bunga. Ikki pun mulai melangkahkan kakinya keluar dari rumah kedua bersaudara itu dan pulang ke rumahnya. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan Hasshi yang sedang menyendiri di jembatan.

“Ou!” sapa Ikki.

“Oh, kamu.” kata Hasshi dengan nada dingin.

“Kok nggak pulang? Abis juku? Atau... ah, tidak seharusnya aku mengatakan ini.”

“Katakan saja. Siapa tahu, jawabanmu benar.”

“Masalah keluarga?”

“Ya.” jawab Hasshi, “masalah keluarga.”

“Sebaiknya, aku nggak usah nanya masalah itu. Kamu pasti butuh privasi. Kalau begitu aku duluan. Mata ashita!”

“Hei!” sahut Hasshi.

“Hm?” Ikki menoleh dengan muka khas anak-anaknya.

“Bolehkah jika aku menginap di rumahmu?” tanya Hasshi dengan muka memelas.

“Memangnya ada apa?”

“Aku... tidak ingin pulang ke rumah.” jawab Hasshi sambil menunduk untuk menyembunyikan kesedihannya, “tidak bisa ya?”

“Ii yo.” kata Ikki sambil melontarkan senyumnya, “asal kamu nggak aneh2 sih aku nggak papa.”

“Aneh-aneh?”

“Nggak usah dipikirin. Ikou!”

Mereka berdua pun berjalan bersama-sama. Terkadang mengobrol, tapi Hasshi yang tidak terlalu banyak bicara lebih memilih untuk diam.

***

Kayaknya dari tadi yang diceritain yang itu-itu doang ya karakter-karakternya. Mari kita pindah ke karakter lain. Masih di hari yang sama. Saat itu Sakuma benar-benar stress memikirkan masalah interen keluarganya. Karena dijatuhi hutang yang banyak dan dia sendiri yang harus menanggungnya. Gaji dari baito saja hanya cukup untuk membiayai hidupnya. Sementara untuk membayar hutangnya ia hanya punya 1 tempat yang mau dipinjami uangnya. Saat itu, Ia menelepon Mizuki.

“Moshi-moshi.” sahut Mizuki dari seberang.

“Moshi-moshi, Mizuki-chan. Boleh nggak aku pinjem duitmu?” tanya Sakuma dengan nada bergetar ntah merinding atau nahan nangis atau malah 2 2nya.

“Butuh berapa? Nggak usah minjem. Aku rela kok ngasih duitnya itu buat kamu. Aku akan ngebantu kamu sampe hutang orang tuamu lunas.”

“Kalo 100 ribu yen kebanyakan nggak?”

“Nggak kok. Kamu minta 10 juta aku kasih kok.”

Konon, Mizuki adalah anak dari pengacara dan jaksa terkenal yang ada di Jepang. Dia selalu setia membantu Sakuma dalam menghadapi para penagih hutang yang selalu bikin ribut. Mizuki ini juga sepupunya Sakuma. Mereka juga sangat dekat.

“Ii ka? Apa orang tuamu tau kalo kamu selalu ngasih duitnya ke aku?”

“Ii yo. Mereka selalu bilang cuma aku yang bisa dukung kamu saat ini. Berapapun uang yang kamu minta bisa kukasih tapi secukupnya aja.”

“Makasih banget ya, Mizuki-chan!” kata Sakuma yang mulai menangis setelah mendengar perkataan Mizuki, “kamu tetep bantuin aku, tapi aku nggak bisa bantu kamu apa-apa.”

“Nggak papa kok, Daisuke-kun! Aku transfer sekarang ke rekeningmu ya?”

“Oke! Kalo udah, mail ya.”

“Un!”

“Sore Jyaa!” kata Sakuma yang langsung menutup teleponnya, “Piip!”

Baru saja ia menutup telepon Mizuki, sudah terdengar suara ketukan pintu secara kasar dari penagih hutang. Sakuma yang sangat ketakutan tidak bisa beranjak dari tempat dimana ia berada. Pintu didobrak secara paksa agar si penagih hutang bisa masuk. Saat si penagih hutang itu sedang lengah, sakuma berlari sekuat tenaga dan sekencang mungkin menuju ATM terdekat. Sayangnya, langkah Sakuma terdengar jelas oleh si penagih hutang maka ia pun mengejarnya. Sakuma mengambil uang yang diberikan Mizuki dan menyimpannya di dalam jaketnya. Karena ketahuan oleh si penagih hutang, Sakuma berlari ke rumah temannya yang paling dekat dari flatnya, yaitu Ryota. Rumah Ryota tidak terlalu jauh dari rumah Mizuki karena Sakuma tahu jalan pintas yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Sesampainya di rumah Ryota, Sakuma langsung ditarik Ryota masuk dan diam.

“Ayo cepet masuk!” bisik Ryota sambil menarik Sakuma masuk dan menutup pintunya.

“Sori ya rumah lo jadi tempat pelarian! Tapi makasih juga!” kata Sakuma sambil terengah-engah kehabisan nafas.

Si penagih hutang mendatangi rumah Ryota.

“WOI!!! BUKA PINTUNYA!!!!” seru si penagih hutang.

“Ya?” tanya Ryota dengan nada sopan.

“Liat orang ini?” tanya si penagih hutang sambil memperlihatkan foto sakuma.

“Nggak.”

“Tadi bukannya masuk ke sini?”

“Salah liat kali, mas! Itu tadi adek saya yang takut dikejar anjing.”

“Anjing?”

“Kan di sini banyak anjing. Karena dia pernah digigit, jadi trauma deh.”

“Nggak penting!” kata si penagih hutang itu mendorong Ryota dengan kasar dan berbalik.

Saat itu, Sakuma mencoba kabur dari penagih hutang lewat halaman belakang rumah Ryota. Ini sudah biasa dilakukannya sejak ia ditinggal pergi oleh orang tuanya. Ia berjalan ke rumah Mizuki sambil menahan dinginnya angin malam yang menerpa tubuhnya. Sampai di belakang rumah Mizuki, ia menelpon sepupunya itu.

“Moshi-moshi.”

“Mi..zu..ki..chan” kata Sakuma dengan suara bergetar karena kedinginan, “bukain pintu belakang! Hayaku!”

“Ha.. hai” kata Mizuki yang langsung mengambil jaketnya dan segera pergi ke pintu belakang.

Mizuki membuka pintu belakang dan melihat sosok Sakuma dengan wajah yang pucat dan badannya gemetar. Raut mukanya tampak sangat ketakutan. Mizuki pun membawa Sakuma masuk ke rumahnya untuk beristirahat sebentar.

“Kejar-kejaran lagi?” tanya Mizuki sambil membuatkan segelas coklat hangat untuk Sakuma.

“Iya. Gw nggak akan bisa ngelunasin hutangnya!” kata Sakuma yang masih gemetar meski sudah berada di dalam rumah Mizuki, “Gw cuma anak kelas 2 SMP! Belom bisa nanggung semuanya!!! Biaya flat masih nunggak!”

“Kenapa nggak bilang?” tanya Mizuki sambil memberikan segelas coklat panas kepada Sakuma.

“Gw udah terlalu nyusahin keluarga lo. Gw nggak mau nyusahin lagi! Udah cukup gw ada di dunia ini.”

Mizuki hanya diam jika mendengar sepupunya yang satu ini mengeluh. Apalagi keluhan yang selalu diucapkan pada kalimat terakhir, yang membuat ia hanya bisa diam karena jika dilanjutkan maka masalah akan bertambah menjadi semakin panjang.

“Udah makan belom?” tanya Mizuki.

“Belom.” jawab Sakuma singkat, “nggak nafsu.”

“Tadi ada maid yang bikinin sup krim jagung. Masih anget kok. Mau?”

“Nggak usah.”

-hening-

“Gw boleh nggak nginep di sini?”

“Douzo! Kamarmu udah disiapin kok.”

Sakuma hanya membalas dengan senyuman kecil dari bibirnya. Terlihat jelas dari mukanya bahwa ia begitu lelah setelah kejar-kejaran dengan penagih hutang. Dalam diri Sakuma sendiri, ia merasa sangat pusing karena masuk angin. Setelah masuk ke kamar tempat biasa ia tidur jika di rumah Mizuki, ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menarik selimutnya lalu tidur. Sebelumnya ia terpikir bahwa harapan hidupnya sudah tidak ada lagi. Selama hidupnya ia hanya dikejar oleh penagih hutang, kerja sambilan pun masih belum bisa karena masih SMP. Ia hanya bisa bergantung dengan keluarganya Mizuki saja. Yang lainnya tidak karena takut terlibat hutang-hutang lainnya. Untunglah keluarga Mizuki ikhlas memberikan sejumlah uang untuk Sakuma.

***

“Tadaima!” seru Ikki saat sampai di rumahnya.

“Okaeri!” sapa Ibunya yang baru selesai masak yang langsung menyambut Ikki dan Hasshi, “wah, kamu pasti teman barunya Ikki. Ayo masuk! Anggap saja rumah sendiri.”

Hasshi hanya diam dan mengangguk pelan. Ikki mengajak Hasshi ke kamarnya untuk beristirahat, ganti baju, dan mengerjakan pr. Saat Ikki membuka pintunya, terasa sekali kamar seorang otaku. Segudang figurin, gunpla, tas, tempat pensil, kostum, semuanya yang berbau anime dan game ada semua di situ. Semua koleksinya tertata rapi dan tidak ada satu debu nempel di koleksi-koleksinya.

“Sori ya, kamar berantakan kayak gini.” kata Ikki merendah.

Hasshi masuk melihat-lihat kamar Ikki. Ia tampak tertegun melihat kerapihan kamarnya ini. Memang, kamar Ikki ini termasuk rapi banget untuk ukuran cowok.

“Eh, boleh pinjem nggak?” tanya Hasshi sambil memegang setumpuk komik.

“Silahkan!” jawab Ikki sambil tersenyum, “ambil aja yang lo mau, tapi jangan lupa dikembaliin dan JANGAN RUSAK!”

“Ryokai!”

“Ngomong-ngomong, kamu laper nggak?”

“Lumayan sih. Tadi siang cuma makan dikit.”

“Mau di kamar atau di luar?”

“Kalo di kamar nggak papa?”

“Nggak papa kok! Aku sering makan di kamar kalo lagi males keluar.”

“Otaku banget sih lo!”

“Hahahahahaha! Aku bilang ibuku dulu ya!” kata Ikki yang berjalan keluar kamar.

Hasshi menikmati komik-komik yang ada di kamar Ikki sembari menunggu ia kembali. Hasshi merasa seperti terlepas dari beban yang ditanggungnya sebagai seorang anak yang mempunyai masalah kompleks di keluarganya. Memang tidak sekompleks Sakuma, tapi yang namanya remaja pasti stress kalau ada kejadian seperti itu. Emosinya masih labil.

“Nih, makanannya!” kata Ikki yang masuk sambil membawa nampan.

“Ittadakimasu!” kata Hasshi yang tiba-tiba berubah menjadi ceria.

“Ada apa nih? Jadi ceria banget! Hehehehe!”

to be continue :D

When We Lost Someone Important - chapter 3

Title: When We Lost Someone Important
Author: zeroxasuzaku aka Dhanee
Rating: PG
Genre: angst , school life, human drama
warning: agak mengandung kekerasan , dan kayaknya bakal ada shonen-ainya tuh. wkwkwkwkwk
disclaimer: yang cowo jonis, yang cewe yang bikin dan yang mau dijadiin karakter di sini :)

Jam pelajaran olahraga hampir berakhir dan pada saat itu mereka sudah bebas. Fukka memasuki ruang ganti khusus cowok untuk mengambil seragam Ryohei dan merendamnya ke dalam air es. Air es sudah disiapkan oleh Sanada. Saat itu, Ryohei sedang bermain voli bersama teman-temannya dan pastinya akan kembali ke ruang ganti saat bel pergantian jam pelajaran berbunyi.

“Sanada, cepet bawanya!” perintah Fukka.

“Iya, iya!” Sanada membawa ember air esnya dengan hati-hati agar tidak tumpah.

Fukka langsung mengambil seragam Ryohei dari lokernya. Dengan cepat melepas hanger dan merendam sampai kemejanya benar-benar basah dan dingin. Setelah merendamnya, Fukka menaruh kembali seragam Ryohei dengan rapi meski jadi basah. Sanada pun membuang air esnya ke got.

“Habis ngapain?” tanya Marina yang datang bersama Haruna, teman dekatnya.

“Habis ngepel kamar mandi. Kan tadi aku dihukum sama Taguchi-sensei. Hehehehehe!” jawab Sanada sambil cengengesan.

“O iya ya. Makanya jangan diulangin lagi. Bandel banget sih kamu.” kata Marina sambil men-tsukkomi pelan ke Sanada. Sanada pun merangkul pinggang Marina

“A…ano…” kata Haruna

“Doushitano?” tanya Marina yang menoleh ke arah Haruna. Sanada juga.

“Aku duluan ya. Kalian pasti mau mojok kan? Jyaa ne!” Haruna langsung pamit dan pergi meninggalkan Marina dan Sanada.

Mereka pun mencari tempat yang enak dan asik untuk mojok berdua. Mengobrol, bercanda, curhat colongan, sampe ngomongin pelajaran pun dijabanin. Tak terasa, bel pergantian jam pelajaran berbunyi.

“Lanjut nanti ya, say! Istirahat rooftop ya.” kata Sanada.

“Un.”

Sanada mencium dahi Marina dan pergi meninggalkannya menuju ruang ganti cowok. Marina pun berjalan menuju ruang ganti cewek dan tidak sengaja bertemu Risa dkk (Risa, Asuka, Mika, Mizuki).

“Ehm, yang abis pacaran nih ye!” sahut Asuka.

“Ih, apaan sih?” balas Marina dengan muka yang merah padam.

“Nggak ngaku juga nggak papa. Kan udah jadi rahasia umum.” kata Risa.

“Oh iya, ntar aku mau cerita ya. Katanya kan Matchy-sensei nggak dateng hari ini. Cuma tugas doang, ngerjainnya ntaran aja. Oke?”

“O…oke!” jawab Risa dkk bersamaan.

***

Semua orang yang ada di ruang ganti mulai mengganti bajunya. Mumpung gurunya nggak masuk jadi pada males-malesan semua. Rata-rata sambil pada ngobrol. Ryohei membuka lemarinya dan melihat seragamnya sudah lembab. Dia hanya berdecak sambil mengganti bajunya.

“Ryohei-kun, mau minjem bajuku aja?” tanya Ikki.

“Nggak kekecilan?”

“Ya nggak lah! Bajuku ada yang kegedean. Mau aku tuker tapi tanggung dikit lagi udah mau lulus.”

“Masa sih? Kayaknya seragammu nggak pernah kegedean. Kamu bohong ya?”

“Emang susah ngebohongin Ryohei.” gumam Ikki.

“Kamu bilang apa?”

“Eh, nggak kok. Nggak bilang apa-apa?”

“Bohong tuh!”

“Ih, dibilangin ya! Susah banget ngebohongin elu. Orang mo ngebo’ong ampe ngeles pun sama lo tetep disuruh jujur. Kurang apa lagi?”

“Itu seragam gw lo dapet dari mana?”

“Oh, ini tadi dari neechanmu yang sangat baik hati tapi pelitnya minta ampun.”

Ryohei hanya tersenyum kepada Ikki meski sport jantung abis-abisan pas lagi ngobrol. Baru pertama kali ini Ryohei bisa akrab dengan orang lain selain kakaknya. Untunglah di situ udah nggak ada si kembar dan Sanada lagi jadi aman. Tapi nanti pas di kelas tetep nggak aman. Apalagi kalo bawa bajunya yang basah dan keliatan sama mereka berempat, sudah amat sangat tidak aman pokoknya.

“Ikki-kun, arigatou.” kata Ryohei sambil tersenyum.

“Iie. Kan membantu orang itu baik. Hehehehe” jawab Ikki sambil cengengesan dan mulai memasuki kelas bersama dengan Ryohei.

Benar seperti yang terjadi, dikasih tugas tapi nggak ada yang ngerjain. Ya iyalah, ini kan pelajaran Matematika yang rata-rata anak-anak pada nggak suka. Jadi pada ngobrol, tidur, yang ngerjain ya yang rajin-rajin doang.

***

Di bagian belakang kelas, tempat dimana cewek-cewek dan biang gosipnya berkumpul. Mereka akan mendengarkan Marina yang akan curhat itu. Setelah mendengarkan semua ceritanya, sebenarnya orang tua Marina dan Sanada sendiri nggak suka kalau anak mereka pacaran. Entah apa alasannya, tapi yang pasti saat mereka kelas 2 mereka selalu disuruh putus dengan ancaman pas kelas 3 Marina pindah sekolah.

“Akhirnya aku bohong sama orang tuaku, begitu juga dengan Sanada-kun. Kami bilang sama orang tua kami kalau kami sudah putus. Ujung-ujungnya yah backstreet lah.”

“Meski nggak direstuin, kayaknya malah tambah mesra aja tiap hari.” kata Mika.
“Bener tuh! Mana tadi pas mau misah Sanada pake nyium dahi lo segala pula.” kata Risa yang bikin heboh semuanya.

“Gw tadi lagi maen sih, jadi ga bisa menyaksikan deh. Huhuhu!” kata Katou.

“Hadooh, bigosnya aja nggak liat! Lu bisa nggak jadi bigosnya kelas ini lagi.” kata Asuka sambil meng-tsukkomi Katou.

Setelah mendengarkan curhat Marina, mereka malah ngobrol ngalor-ngidul ntah apaan yang diomongin ganti-ganti mulu. Sampe mau hunting figurine janjian juga di situ.

“ Risa, Mizuki, sabtu ke akiba yuk!” sahut Ikki sambil nyamperin mereka.

“Yuk! Ada yang baru ga di tempat langganan lo itu?” tanya Risa.

“Ada. Ada jam weker Blue Badger yang bisa gerak-gerak dan bunyinya lagu Taihou-kun itu. Figurine Pink Princess yang baru juga udah ada lho!”

“Aaaaaah, maaaauuuu!!!!” sahut Risa dan Mizuki dengan mata berbinar.

“Makanya, gw juga mau beli Trading Card Steel Samurai terbaru sama topeng Steel Samurai.”

“Ada gitu?” tanya Mizuki.

“Ada! Cuma buat Steel Samurai, Pink Princess, sama tokoh-tokoh pembela kebenaran Gyakuten Saiban yang laennya.”

“Penutup matanya Godo ada dong?” tanya Risa.

“Itu mah, udah lama kali! Tapi tiap gw mau beli udah abis terus. Untung gw kenal sama penjaga tokonya jadi bisa mesen.”

“Eh, pesenin buat gw juga dong! Kan keren tuh bisa jadi Godo dengan secangkir kopi tiap trial. Gyaaa!” pinta Risa dengan teriakan fangirl yang diikuti oleh Mizuki.

“Gw juga dong! Kan jarang-jarang tuh nemu penutup matanya Godo. Kalo pin pengacara sama jaksa gw ada.” kata Mizuki.

“Orang tua lo pengacara sama jaksa?!” seru Ikki nggak percaya sama apa yang dibilang Mizuki.

“Serius!!”

“Sugee!” ucap Ikki dan Risa secara bersamaan.

Nggak lama setelah mereka ber-otaku ria di kelas, terjadi keributan. Yuki pun meringkuk ketakutan. Sanada tidak ikutan saat itu karena dipanggil guru.

“Buk!” suara tonjokan Hikaru pada pipi Ryohei yang cukup kencang.

“Gimana bisa baju lo kering?” tanya Shota dengan nada meninggi.

Ryohei hanya diam.

“Jawab woooooy!!!” seru Hikaru sambil mengangkat kerah gakuran Ryohei.

Ryohei tetap diam tidak menjawab apa-apa. Risa yang angkat bicara.

“Gw yang bawain baju ganti buat dia. Gw tau lo pasti bakal bully dia lagi dan dia ga akan ngebales perbuatan lo lo pada. Ntah apa yang lo lakuin yang pasti bikin baju dia basah.”

“Waw, gw ga nyangka ada kakak sebaik itu!” kata Shota.

“Oh, iyalah. Orang kakak kembar lo aja lemay kayak gitu! Dicolek dikit jatoh kali ye!”

“Apa lo bilang?!” Fukka meninggikan nadanya, tandanya dia sudah marah.

“Cowok LEMAY kayak lo nggak bisa ngajarin apa-apa sama adek-adek lo! Dicolek dikit JATOH kali ye!”

Fukka yang sudah terlampau marah akan melakukan hal apa saja yang diinginkan Shota dan Hikaru. Termasuk yang berhubungan dengan kekerasan sekalipun. Yah kalo sama anak cewek dikasih yang pelan aja bagi mereka dan itu nggak pandang bulu. Mo suka atau ga suka atau biasa aja tetep aja kena. Fukka pun menjambak Risa dengan keras, Risa membalas dengan pukulannya tetap tidak dilepas dari jambakan Fukka.

“HANASHITE!!!” teriak Risa dengan keadaan yang seperti itu hampir menangis.

Ryohei yang melihat kakaknya benar-benar dalam bahaya menolongnya tapi malah dipukul dan ditendangin sama Hikaru. Yuki pun dengan berani maju ke depan kelas, di mana perkelahian itu terjadi, dan menghentikan keributan itu.

“YAMEROO!!” seru Yuki yang mendorong Fukka agar menjauh dari Risa dan menonjoknya.

Risa pun dibawa ke klinik karena di tangannya ada bekas cakar dari Fukka. Karena tadi ia harus melindungi dirinya terpaksa ia menjambak Fukka juga, tapi yang ada malah tangannya dicakar dengan kuku Fukka yang belom dipotong 2 minggu itu.

“Ryota, kamu ga ngadu?” tanya Funabiki.

Ryota adalah ketua OSIS di sekolah. Baik, bijaksana, adil, tapi kalo kelasnya bermasalah dia lebih memilih untuk diam. Entah apa yang ia inginkan sebenarnya, tidak ada yang tau. Ryota adalah seorang pemimpin yang perfeksionis, tapi semua program kerjanya berjalan lancar.

“Ngapain? Kelas kita kan, paling jauh sama kelas-kelas lainnya. Apalagi ruang guru.” jawabnya santai.

“Heee”

***

Di klinik…

“Risa, aku tau kamu sayang banget sama adekmu. Tapi ya nggak usah sampe berantem gini dong.” kata Okada-sensei, dokter di sekolah.

“Yah, sensei. Kan tadi udah dibilangin mereka duluan yang mulai. Ittai!” seru Risa sambil meringis kesakitan.

“Tapi untunglah nggak sampe luka sobek. Ryohei juga cuma memar kok.”

Atmosfer kelas pun mereda. Si kembar cabut ke kantin buat beli makanan karena Shota pengen ngemil.

“Beli agepan ah~” kata Shota dengan nada riang gembira berjalan menuruni tangga.

“Agepan aja dijadiin cemilan. Bukannya tadi ada bentou ya?” tanya Fukka.

“Itu kan buat makan siang nanti! Kan gw pengen ngemil mumpung nggak ada guru.”

GUBRAK!!! Tiba-tiba terdengar suara orang jatuh dengan benturan yang cukup keras. Hikaru yang berada di belakang dari tadi saat berjalan sudah jatuh pingsan. Bibirnya agak memutih.

“Hikaru?! Hikaru?!” Fukka mulai panik melihat adik kembarnya pingsan.

“Bawa ke klinik aja.” saran Shota.

Fukka menggotong Hikaru menuju klinik dan menidurkannya di salah satu kasur kosong. Kalo udah kayak gini kejadiannya, biasanya Shota lebih tenang dalam menunggu dibanding Fukka.

“Aku yang beliin deh agepannya. Tapi duitnya dulu!” pinta Fukka.

“Nih,” Shota memberikan uangnya, “beliin 2 ya. Siapa tau Hikaru harus diisi perutnya.”

“Ryokai!”

Fukka berjalan keluar dari UKS dan tidak sengaja bertemu Risa. Risa malah nyuekin Fukka. Tidak ada satu pun kata sapaan meski hanya sekedar “hai”. Fukka merasa kecewa dengan hal yang ia lakukan tadi. Ia benar-benar merasa bersalah akan hal ini.

***

Di kantin.

“Widih, pas banget tinggal 2.” pikir Fukka yang langsung mengambil 2 agepan sekaligus.

Sayangnya, ada yang tidak senang kalo Fukka ngambil dua-duanya. Siapakah dia? Dia adalah Ryota. Ryota telah berada di kantin nggak lama sebelum Fukka datang. Sayangnya, dia telat belinya.

“Lo mau?” tanya Fukka.

“Ng.. iya sih. Ta..tapi, lo ambil aja juga nggak papa.” jawab Miyadate menyimpan rasa tidak senangnya.

“Tapi lo mupeng banget. Ya udah deh, buat lo aja. Mau 1 atau dua-duanya.”

“1 aja.”

Fukka memberikan sebuah agepan pada Ryota. Dari mukanya, Ryota tampak senang sekali. Mereka berpisah setelah itu.

“Ne, Fukka.” panggil Ryota.

“Hai?”

Ryota melempar agepannya ke Fukka.

“He? Lo nggak mau?” tanya Fukka dengan wajah bingung yang sangat terlihat dari mukanya.

“Hikaru pingsan kan? Shota minta beliin buat dia kan? Gw ngerti kalian lagi kesusahan. Tapi bukan berarti gw ngasih ini karena alasan itu.”

Ryota pergi meninggalkan Fukka yang masih mematung di kantin dengan wajah bingung. Fukka pun kembali ke klinik dan memberikan agepan kepada adik kembarnya.

“Sankyu~” kata Shota.

“Iie.” balas Fukka dengan sebuah senyum kecil.

“Eh, kita mau apain Risa? Ganggu aja tadi!”

“Terserah deh. Gw nggak ikutan.”

“Ah! Nggak seru!”

“Gw tadi udah nurutin apa mau lo. Sekarang apa lagi?”

Shota mendekatkan bibirnya ke telinga Fukka.

“Gw mau ngelakuin sekuhara. Tenang! Cuma ngegrepe doang kok.”

Fukka langsung shock mendengarnya. Fukka bangkit dari duduknya dan menampar Shota dengan keras.

“Nani atten no?!” seru Shota dengan suara membentak.

“Gw harusnya yang melontarkan pertanyaan itu! Kalo lo mau ngelakuin rencana lo, gih sono! Gw ga ikutan!” bentak Fukka yang lebih keras. Namanya juga orang baik, kalo marah serem.

Shota diam. Diam dan tidak mengeluarkan satu kata apapun sampai akhirnya Fukka meninggalkan adik-adik kembarnya di klinik. Saat itu dia berpikir bagaimana caranya agar ia bisa menjalankan rencananya dengan lancar.

***

Fukka berjalan menuju kelas dan mulai membuka hpnya yang dari tadi bergetar. Ternyata ada pesan dari teman-temannya juga bapaknya.

From: Abe Risa
Subject: nggak usah berhubungan lagi
mulai sekarang, kita nggak usah berhubungan lagi.
gw udah ga butuh apa-apa dari lo
sore jya.


From: Abe Ryohei
Subject: ga usah deketin kakak gw lagi
nggak usah deketin kakak gw lagi
gw muak liat kelakuan lo terhadap dia
kalo emang udah ga suka ya bilang
nggak usah maen kekerasan x( *emoticon marah*


From: Ayah
Subject: ada hal penting yang harus disampaikan
Fukka-kun, bisa menemuiku sepulang sekolah?
Ada yang harus papa bicarakan ke kamu
Hikaru sedang sakit, suruh Shota menemaninya
hanya kamu saja yang ke kantor ayah, oke?


“Klip!” bunyi hp Fukka yang ditutup.

Fukka merasakan ada yang janggal dengan kesehatan Hikaru. Konon, Hikaru ini emang paling rentan sama yang namanya penyakit. Sebulan sekali pasti sakit. Dia juga punya penyakit sejak lahir yaitu lemah jantung. Kalau lagi kambuh, 2 kakak kembarnya sudah mengetahui lagak-lagaknya, seperti berubah menjadi diam dan yang paling signifikan adalah Hikaru akan meringkuk untuk menahan rasa sakitnya.

“Daijoubu?” tanya Funabiki yang menyambut Fukka di depan kelas.

“Daijoubu da yo!”

Fukka terlihat menyendiri di kelas. Dari mukanya terlihat sekali tenang, padahal dia sedang cemas dengan keadaan Hikaru yang semakin hari semakin melemah.

***

Di klinik, Shota tetap menemani Hikaru yang dari tadi tak kunjung bangun juga. Keringat Hikaru semakin membanyak dan menetes tidak karuan. Termometer menunjukkan demamnya 39゚C. Karena belum kunjung sadar, Okada-sensei juga tetap menunggu karena Hikaru sudah diberikan surat izin pulang.

“Ungh!” desah Hikaru yang bangun sambil memegang kepalanya dan mencoba untuk bangun.

“Hati-hati!” kata Shota sambil membantu Hikaru bangun.

“Pusing~” keluh Hikaru dengan suara agak serak.

“Masih pusing ya?” tanya Okada-sensei.

Hikaru hanya mengangguk.

“Lebih baik kamu pulang saja. Shota, kamu temani dia ya. Saya sudah membuat surat izin untuk kalian berdua.”

“Maaf merepotkan!” ucap Shota sambil melakukan ojigi.

“Ii yo.” jawab Okada-sensei, “Saya antar kalian ya ke rumah?”

“Nggak usah repot-repot, sensei! Kita bisa naik taksi kok.” jawab Shota yang menolak dengan halus.

“Sama sekali ngak ngerepotin kok. Daripada kalian harus ngeluarin uang lagi dan Hikaru kayaknya nggak bisa kelamaan berdiri karena dia anemia juga, mendingan ikut saya aja.”

Tepat setelah Okada-sensei menyelesaikan kalimatnya, Asuka dan Mika datang mengantarkan tas Shota dan Hikaru.

“Ya ampun, jadi ngerepotin gini!” kata Shota malu-malu sambil mengambil tasnya yang dibawa Asuka.

“Sama sekali nggak kok.” jawab Asuka, “malah kita seneng ngebantuin orang yang lagi kesusahan. Da yo ne, Mika?”

“Un, sou da yo!” kata Mika semangat sambil memberikan tasnya Hikaru.

“Arigatou!” kata Hikaru sambil mengusap-usap rambut Mika yang membuat wajah Mika menjadi merah bagaikan tomat.

“ee to, kalian mau anterin aku sama Hikaru ke mobilnya sensei?”

“Un!” jawab Asuka dan Mika dengan antusias tinggi.

Shota membantu Hikaru untuk berdiri karena badan Hikaru lemah sekali dan saat turun dari kasur pun hampir saja terjatuh. Mika pun dengan sigap membantu juga.

“Aku bantu!”

Hikaru membalas perbuatan Mika dengan senyuman manis dari bibirnya. Dia sudah tidak kuat lagi untuk mengeluarkan suaranya karena terlalu pusing saat harus berjalan. Asuka berjalan di belakang mereka. Sampai juga di lobby sekolah dan mereka disuruh menunggu sensei untuk mengambil mobilnya.

“Mika, tolong jagain Hikaru ya. Ada yang mau aku omongin sama Asuka.” bisik Shota.

“Oke!”

Shota melepaskan papahannya untuk Hikaru dan berjalan menuju Asuka.

“Asuka, sankyu ne!” sahut Shota

“Ah, iie iie! Jitsu wa…” jawab Asuka yang langsung memerah mukanya dan muka itu menjadi semakin merah saat Shota mencium pipinya.

“Hontou ni arigatou gozaimashita!” kata Shota sambil menunduk.

“Nggak kok… nggak papa! Tuh, mobilnya sensei udah dateng. Hati-hati ya!” kata Asuka malu-malu.

Shota pun masuk setelah Hikaru masuk ke dalam mobil. Ia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada Asuka dan Mika, begitu juga Hikaru yang biasanya lebih ceria jadi lemes. Mereka membalas lambaian tangan si kembar. Kelas mereka dekat pas dengan lobby. Fukka melihat ke arah luar sambil menghembuskan nafas panjang dengan berat. Ia pun kembali ke tempat duduknya dan sedikit-sedikit melirik ke arah Risa. Risa terlihat sangat depresi. Entah apa yang dia pikirkan, tapi nggak biasanya juga Risa murung kayak gini. Mika dan Asuka kembali ke kelas sambil membicarakan apa yang terjadi barusan. Suara mereka juga sudah terdengar dari jauh tapi sudah dekat dengan kelas. Risa yang sudah tidak tahan lagi dengan suasana hati dan kelasnya pun beranjak dari bangkunya dan mengambil tas berbentuk kepala blue badger lalu bergegas untuk pulang padahal belum waktunya. Fukka nggak bisa berbuat apa-apa hanya diam di tempat duduk. Perasaannya campur aduk karena terlalu banyak yang dipikirkan.

“Ne, Mizuki, Risa kenapa?” tanya Katokan yang menghampiri Mizuki.

“Entahlah. Gw juga nggak tau. Dari tadi ditanyain diem doang.” jawab Mizuki dengan singkat.

“Gw bingung. Atmosfir kelas hari ini beda banget sama yang kemaren. Agak kelam untuk hari ini.”

“Nggak gitu juga kayaknya.”

“Iya, ya! Asuka sama Mika jadi lebih ceria gitu. Tapi gw serius, Mizuki! Gw dari tadi nggak enak sama Risa dan Fukka. Gw merasa sepertinya mereka nggak akan nerusin hubungannya lagi.”

“Hah? Emang hubungan apa? Itu sih terserah mereka. Gw nggak begitu peduli.”

“Mereka tuh dikit lagi pacaran!”

“Oh, gitu.” jawab Mizuki dengan nada datar.

“Denger-denger sih, minggu depan Fukka mau nembak!”

“Oh.”

Mizuki benar-benar tidak ada antusiasnya sama sekali membahas masalah ini sementara Katokan sangat antusias.

to be continue :D