Selasa, 28 Juli 2009

When We Lost Someone Important - chapter 3

Title: When We Lost Someone Important
Author: zeroxasuzaku aka Dhanee
Rating: PG
Genre: angst , school life, human drama
warning: agak mengandung kekerasan , dan kayaknya bakal ada shonen-ainya tuh. wkwkwkwkwk
disclaimer: yang cowo jonis, yang cewe yang bikin dan yang mau dijadiin karakter di sini :)

Jam pelajaran olahraga hampir berakhir dan pada saat itu mereka sudah bebas. Fukka memasuki ruang ganti khusus cowok untuk mengambil seragam Ryohei dan merendamnya ke dalam air es. Air es sudah disiapkan oleh Sanada. Saat itu, Ryohei sedang bermain voli bersama teman-temannya dan pastinya akan kembali ke ruang ganti saat bel pergantian jam pelajaran berbunyi.

“Sanada, cepet bawanya!” perintah Fukka.

“Iya, iya!” Sanada membawa ember air esnya dengan hati-hati agar tidak tumpah.

Fukka langsung mengambil seragam Ryohei dari lokernya. Dengan cepat melepas hanger dan merendam sampai kemejanya benar-benar basah dan dingin. Setelah merendamnya, Fukka menaruh kembali seragam Ryohei dengan rapi meski jadi basah. Sanada pun membuang air esnya ke got.

“Habis ngapain?” tanya Marina yang datang bersama Haruna, teman dekatnya.

“Habis ngepel kamar mandi. Kan tadi aku dihukum sama Taguchi-sensei. Hehehehehe!” jawab Sanada sambil cengengesan.

“O iya ya. Makanya jangan diulangin lagi. Bandel banget sih kamu.” kata Marina sambil men-tsukkomi pelan ke Sanada. Sanada pun merangkul pinggang Marina

“A…ano…” kata Haruna

“Doushitano?” tanya Marina yang menoleh ke arah Haruna. Sanada juga.

“Aku duluan ya. Kalian pasti mau mojok kan? Jyaa ne!” Haruna langsung pamit dan pergi meninggalkan Marina dan Sanada.

Mereka pun mencari tempat yang enak dan asik untuk mojok berdua. Mengobrol, bercanda, curhat colongan, sampe ngomongin pelajaran pun dijabanin. Tak terasa, bel pergantian jam pelajaran berbunyi.

“Lanjut nanti ya, say! Istirahat rooftop ya.” kata Sanada.

“Un.”

Sanada mencium dahi Marina dan pergi meninggalkannya menuju ruang ganti cowok. Marina pun berjalan menuju ruang ganti cewek dan tidak sengaja bertemu Risa dkk (Risa, Asuka, Mika, Mizuki).

“Ehm, yang abis pacaran nih ye!” sahut Asuka.

“Ih, apaan sih?” balas Marina dengan muka yang merah padam.

“Nggak ngaku juga nggak papa. Kan udah jadi rahasia umum.” kata Risa.

“Oh iya, ntar aku mau cerita ya. Katanya kan Matchy-sensei nggak dateng hari ini. Cuma tugas doang, ngerjainnya ntaran aja. Oke?”

“O…oke!” jawab Risa dkk bersamaan.

***

Semua orang yang ada di ruang ganti mulai mengganti bajunya. Mumpung gurunya nggak masuk jadi pada males-malesan semua. Rata-rata sambil pada ngobrol. Ryohei membuka lemarinya dan melihat seragamnya sudah lembab. Dia hanya berdecak sambil mengganti bajunya.

“Ryohei-kun, mau minjem bajuku aja?” tanya Ikki.

“Nggak kekecilan?”

“Ya nggak lah! Bajuku ada yang kegedean. Mau aku tuker tapi tanggung dikit lagi udah mau lulus.”

“Masa sih? Kayaknya seragammu nggak pernah kegedean. Kamu bohong ya?”

“Emang susah ngebohongin Ryohei.” gumam Ikki.

“Kamu bilang apa?”

“Eh, nggak kok. Nggak bilang apa-apa?”

“Bohong tuh!”

“Ih, dibilangin ya! Susah banget ngebohongin elu. Orang mo ngebo’ong ampe ngeles pun sama lo tetep disuruh jujur. Kurang apa lagi?”

“Itu seragam gw lo dapet dari mana?”

“Oh, ini tadi dari neechanmu yang sangat baik hati tapi pelitnya minta ampun.”

Ryohei hanya tersenyum kepada Ikki meski sport jantung abis-abisan pas lagi ngobrol. Baru pertama kali ini Ryohei bisa akrab dengan orang lain selain kakaknya. Untunglah di situ udah nggak ada si kembar dan Sanada lagi jadi aman. Tapi nanti pas di kelas tetep nggak aman. Apalagi kalo bawa bajunya yang basah dan keliatan sama mereka berempat, sudah amat sangat tidak aman pokoknya.

“Ikki-kun, arigatou.” kata Ryohei sambil tersenyum.

“Iie. Kan membantu orang itu baik. Hehehehe” jawab Ikki sambil cengengesan dan mulai memasuki kelas bersama dengan Ryohei.

Benar seperti yang terjadi, dikasih tugas tapi nggak ada yang ngerjain. Ya iyalah, ini kan pelajaran Matematika yang rata-rata anak-anak pada nggak suka. Jadi pada ngobrol, tidur, yang ngerjain ya yang rajin-rajin doang.

***

Di bagian belakang kelas, tempat dimana cewek-cewek dan biang gosipnya berkumpul. Mereka akan mendengarkan Marina yang akan curhat itu. Setelah mendengarkan semua ceritanya, sebenarnya orang tua Marina dan Sanada sendiri nggak suka kalau anak mereka pacaran. Entah apa alasannya, tapi yang pasti saat mereka kelas 2 mereka selalu disuruh putus dengan ancaman pas kelas 3 Marina pindah sekolah.

“Akhirnya aku bohong sama orang tuaku, begitu juga dengan Sanada-kun. Kami bilang sama orang tua kami kalau kami sudah putus. Ujung-ujungnya yah backstreet lah.”

“Meski nggak direstuin, kayaknya malah tambah mesra aja tiap hari.” kata Mika.
“Bener tuh! Mana tadi pas mau misah Sanada pake nyium dahi lo segala pula.” kata Risa yang bikin heboh semuanya.

“Gw tadi lagi maen sih, jadi ga bisa menyaksikan deh. Huhuhu!” kata Katou.

“Hadooh, bigosnya aja nggak liat! Lu bisa nggak jadi bigosnya kelas ini lagi.” kata Asuka sambil meng-tsukkomi Katou.

Setelah mendengarkan curhat Marina, mereka malah ngobrol ngalor-ngidul ntah apaan yang diomongin ganti-ganti mulu. Sampe mau hunting figurine janjian juga di situ.

“ Risa, Mizuki, sabtu ke akiba yuk!” sahut Ikki sambil nyamperin mereka.

“Yuk! Ada yang baru ga di tempat langganan lo itu?” tanya Risa.

“Ada. Ada jam weker Blue Badger yang bisa gerak-gerak dan bunyinya lagu Taihou-kun itu. Figurine Pink Princess yang baru juga udah ada lho!”

“Aaaaaah, maaaauuuu!!!!” sahut Risa dan Mizuki dengan mata berbinar.

“Makanya, gw juga mau beli Trading Card Steel Samurai terbaru sama topeng Steel Samurai.”

“Ada gitu?” tanya Mizuki.

“Ada! Cuma buat Steel Samurai, Pink Princess, sama tokoh-tokoh pembela kebenaran Gyakuten Saiban yang laennya.”

“Penutup matanya Godo ada dong?” tanya Risa.

“Itu mah, udah lama kali! Tapi tiap gw mau beli udah abis terus. Untung gw kenal sama penjaga tokonya jadi bisa mesen.”

“Eh, pesenin buat gw juga dong! Kan keren tuh bisa jadi Godo dengan secangkir kopi tiap trial. Gyaaa!” pinta Risa dengan teriakan fangirl yang diikuti oleh Mizuki.

“Gw juga dong! Kan jarang-jarang tuh nemu penutup matanya Godo. Kalo pin pengacara sama jaksa gw ada.” kata Mizuki.

“Orang tua lo pengacara sama jaksa?!” seru Ikki nggak percaya sama apa yang dibilang Mizuki.

“Serius!!”

“Sugee!” ucap Ikki dan Risa secara bersamaan.

Nggak lama setelah mereka ber-otaku ria di kelas, terjadi keributan. Yuki pun meringkuk ketakutan. Sanada tidak ikutan saat itu karena dipanggil guru.

“Buk!” suara tonjokan Hikaru pada pipi Ryohei yang cukup kencang.

“Gimana bisa baju lo kering?” tanya Shota dengan nada meninggi.

Ryohei hanya diam.

“Jawab woooooy!!!” seru Hikaru sambil mengangkat kerah gakuran Ryohei.

Ryohei tetap diam tidak menjawab apa-apa. Risa yang angkat bicara.

“Gw yang bawain baju ganti buat dia. Gw tau lo pasti bakal bully dia lagi dan dia ga akan ngebales perbuatan lo lo pada. Ntah apa yang lo lakuin yang pasti bikin baju dia basah.”

“Waw, gw ga nyangka ada kakak sebaik itu!” kata Shota.

“Oh, iyalah. Orang kakak kembar lo aja lemay kayak gitu! Dicolek dikit jatoh kali ye!”

“Apa lo bilang?!” Fukka meninggikan nadanya, tandanya dia sudah marah.

“Cowok LEMAY kayak lo nggak bisa ngajarin apa-apa sama adek-adek lo! Dicolek dikit JATOH kali ye!”

Fukka yang sudah terlampau marah akan melakukan hal apa saja yang diinginkan Shota dan Hikaru. Termasuk yang berhubungan dengan kekerasan sekalipun. Yah kalo sama anak cewek dikasih yang pelan aja bagi mereka dan itu nggak pandang bulu. Mo suka atau ga suka atau biasa aja tetep aja kena. Fukka pun menjambak Risa dengan keras, Risa membalas dengan pukulannya tetap tidak dilepas dari jambakan Fukka.

“HANASHITE!!!” teriak Risa dengan keadaan yang seperti itu hampir menangis.

Ryohei yang melihat kakaknya benar-benar dalam bahaya menolongnya tapi malah dipukul dan ditendangin sama Hikaru. Yuki pun dengan berani maju ke depan kelas, di mana perkelahian itu terjadi, dan menghentikan keributan itu.

“YAMEROO!!” seru Yuki yang mendorong Fukka agar menjauh dari Risa dan menonjoknya.

Risa pun dibawa ke klinik karena di tangannya ada bekas cakar dari Fukka. Karena tadi ia harus melindungi dirinya terpaksa ia menjambak Fukka juga, tapi yang ada malah tangannya dicakar dengan kuku Fukka yang belom dipotong 2 minggu itu.

“Ryota, kamu ga ngadu?” tanya Funabiki.

Ryota adalah ketua OSIS di sekolah. Baik, bijaksana, adil, tapi kalo kelasnya bermasalah dia lebih memilih untuk diam. Entah apa yang ia inginkan sebenarnya, tidak ada yang tau. Ryota adalah seorang pemimpin yang perfeksionis, tapi semua program kerjanya berjalan lancar.

“Ngapain? Kelas kita kan, paling jauh sama kelas-kelas lainnya. Apalagi ruang guru.” jawabnya santai.

“Heee”

***

Di klinik…

“Risa, aku tau kamu sayang banget sama adekmu. Tapi ya nggak usah sampe berantem gini dong.” kata Okada-sensei, dokter di sekolah.

“Yah, sensei. Kan tadi udah dibilangin mereka duluan yang mulai. Ittai!” seru Risa sambil meringis kesakitan.

“Tapi untunglah nggak sampe luka sobek. Ryohei juga cuma memar kok.”

Atmosfer kelas pun mereda. Si kembar cabut ke kantin buat beli makanan karena Shota pengen ngemil.

“Beli agepan ah~” kata Shota dengan nada riang gembira berjalan menuruni tangga.

“Agepan aja dijadiin cemilan. Bukannya tadi ada bentou ya?” tanya Fukka.

“Itu kan buat makan siang nanti! Kan gw pengen ngemil mumpung nggak ada guru.”

GUBRAK!!! Tiba-tiba terdengar suara orang jatuh dengan benturan yang cukup keras. Hikaru yang berada di belakang dari tadi saat berjalan sudah jatuh pingsan. Bibirnya agak memutih.

“Hikaru?! Hikaru?!” Fukka mulai panik melihat adik kembarnya pingsan.

“Bawa ke klinik aja.” saran Shota.

Fukka menggotong Hikaru menuju klinik dan menidurkannya di salah satu kasur kosong. Kalo udah kayak gini kejadiannya, biasanya Shota lebih tenang dalam menunggu dibanding Fukka.

“Aku yang beliin deh agepannya. Tapi duitnya dulu!” pinta Fukka.

“Nih,” Shota memberikan uangnya, “beliin 2 ya. Siapa tau Hikaru harus diisi perutnya.”

“Ryokai!”

Fukka berjalan keluar dari UKS dan tidak sengaja bertemu Risa. Risa malah nyuekin Fukka. Tidak ada satu pun kata sapaan meski hanya sekedar “hai”. Fukka merasa kecewa dengan hal yang ia lakukan tadi. Ia benar-benar merasa bersalah akan hal ini.

***

Di kantin.

“Widih, pas banget tinggal 2.” pikir Fukka yang langsung mengambil 2 agepan sekaligus.

Sayangnya, ada yang tidak senang kalo Fukka ngambil dua-duanya. Siapakah dia? Dia adalah Ryota. Ryota telah berada di kantin nggak lama sebelum Fukka datang. Sayangnya, dia telat belinya.

“Lo mau?” tanya Fukka.

“Ng.. iya sih. Ta..tapi, lo ambil aja juga nggak papa.” jawab Miyadate menyimpan rasa tidak senangnya.

“Tapi lo mupeng banget. Ya udah deh, buat lo aja. Mau 1 atau dua-duanya.”

“1 aja.”

Fukka memberikan sebuah agepan pada Ryota. Dari mukanya, Ryota tampak senang sekali. Mereka berpisah setelah itu.

“Ne, Fukka.” panggil Ryota.

“Hai?”

Ryota melempar agepannya ke Fukka.

“He? Lo nggak mau?” tanya Fukka dengan wajah bingung yang sangat terlihat dari mukanya.

“Hikaru pingsan kan? Shota minta beliin buat dia kan? Gw ngerti kalian lagi kesusahan. Tapi bukan berarti gw ngasih ini karena alasan itu.”

Ryota pergi meninggalkan Fukka yang masih mematung di kantin dengan wajah bingung. Fukka pun kembali ke klinik dan memberikan agepan kepada adik kembarnya.

“Sankyu~” kata Shota.

“Iie.” balas Fukka dengan sebuah senyum kecil.

“Eh, kita mau apain Risa? Ganggu aja tadi!”

“Terserah deh. Gw nggak ikutan.”

“Ah! Nggak seru!”

“Gw tadi udah nurutin apa mau lo. Sekarang apa lagi?”

Shota mendekatkan bibirnya ke telinga Fukka.

“Gw mau ngelakuin sekuhara. Tenang! Cuma ngegrepe doang kok.”

Fukka langsung shock mendengarnya. Fukka bangkit dari duduknya dan menampar Shota dengan keras.

“Nani atten no?!” seru Shota dengan suara membentak.

“Gw harusnya yang melontarkan pertanyaan itu! Kalo lo mau ngelakuin rencana lo, gih sono! Gw ga ikutan!” bentak Fukka yang lebih keras. Namanya juga orang baik, kalo marah serem.

Shota diam. Diam dan tidak mengeluarkan satu kata apapun sampai akhirnya Fukka meninggalkan adik-adik kembarnya di klinik. Saat itu dia berpikir bagaimana caranya agar ia bisa menjalankan rencananya dengan lancar.

***

Fukka berjalan menuju kelas dan mulai membuka hpnya yang dari tadi bergetar. Ternyata ada pesan dari teman-temannya juga bapaknya.

From: Abe Risa
Subject: nggak usah berhubungan lagi
mulai sekarang, kita nggak usah berhubungan lagi.
gw udah ga butuh apa-apa dari lo
sore jya.


From: Abe Ryohei
Subject: ga usah deketin kakak gw lagi
nggak usah deketin kakak gw lagi
gw muak liat kelakuan lo terhadap dia
kalo emang udah ga suka ya bilang
nggak usah maen kekerasan x( *emoticon marah*


From: Ayah
Subject: ada hal penting yang harus disampaikan
Fukka-kun, bisa menemuiku sepulang sekolah?
Ada yang harus papa bicarakan ke kamu
Hikaru sedang sakit, suruh Shota menemaninya
hanya kamu saja yang ke kantor ayah, oke?


“Klip!” bunyi hp Fukka yang ditutup.

Fukka merasakan ada yang janggal dengan kesehatan Hikaru. Konon, Hikaru ini emang paling rentan sama yang namanya penyakit. Sebulan sekali pasti sakit. Dia juga punya penyakit sejak lahir yaitu lemah jantung. Kalau lagi kambuh, 2 kakak kembarnya sudah mengetahui lagak-lagaknya, seperti berubah menjadi diam dan yang paling signifikan adalah Hikaru akan meringkuk untuk menahan rasa sakitnya.

“Daijoubu?” tanya Funabiki yang menyambut Fukka di depan kelas.

“Daijoubu da yo!”

Fukka terlihat menyendiri di kelas. Dari mukanya terlihat sekali tenang, padahal dia sedang cemas dengan keadaan Hikaru yang semakin hari semakin melemah.

***

Di klinik, Shota tetap menemani Hikaru yang dari tadi tak kunjung bangun juga. Keringat Hikaru semakin membanyak dan menetes tidak karuan. Termometer menunjukkan demamnya 39゚C. Karena belum kunjung sadar, Okada-sensei juga tetap menunggu karena Hikaru sudah diberikan surat izin pulang.

“Ungh!” desah Hikaru yang bangun sambil memegang kepalanya dan mencoba untuk bangun.

“Hati-hati!” kata Shota sambil membantu Hikaru bangun.

“Pusing~” keluh Hikaru dengan suara agak serak.

“Masih pusing ya?” tanya Okada-sensei.

Hikaru hanya mengangguk.

“Lebih baik kamu pulang saja. Shota, kamu temani dia ya. Saya sudah membuat surat izin untuk kalian berdua.”

“Maaf merepotkan!” ucap Shota sambil melakukan ojigi.

“Ii yo.” jawab Okada-sensei, “Saya antar kalian ya ke rumah?”

“Nggak usah repot-repot, sensei! Kita bisa naik taksi kok.” jawab Shota yang menolak dengan halus.

“Sama sekali ngak ngerepotin kok. Daripada kalian harus ngeluarin uang lagi dan Hikaru kayaknya nggak bisa kelamaan berdiri karena dia anemia juga, mendingan ikut saya aja.”

Tepat setelah Okada-sensei menyelesaikan kalimatnya, Asuka dan Mika datang mengantarkan tas Shota dan Hikaru.

“Ya ampun, jadi ngerepotin gini!” kata Shota malu-malu sambil mengambil tasnya yang dibawa Asuka.

“Sama sekali nggak kok.” jawab Asuka, “malah kita seneng ngebantuin orang yang lagi kesusahan. Da yo ne, Mika?”

“Un, sou da yo!” kata Mika semangat sambil memberikan tasnya Hikaru.

“Arigatou!” kata Hikaru sambil mengusap-usap rambut Mika yang membuat wajah Mika menjadi merah bagaikan tomat.

“ee to, kalian mau anterin aku sama Hikaru ke mobilnya sensei?”

“Un!” jawab Asuka dan Mika dengan antusias tinggi.

Shota membantu Hikaru untuk berdiri karena badan Hikaru lemah sekali dan saat turun dari kasur pun hampir saja terjatuh. Mika pun dengan sigap membantu juga.

“Aku bantu!”

Hikaru membalas perbuatan Mika dengan senyuman manis dari bibirnya. Dia sudah tidak kuat lagi untuk mengeluarkan suaranya karena terlalu pusing saat harus berjalan. Asuka berjalan di belakang mereka. Sampai juga di lobby sekolah dan mereka disuruh menunggu sensei untuk mengambil mobilnya.

“Mika, tolong jagain Hikaru ya. Ada yang mau aku omongin sama Asuka.” bisik Shota.

“Oke!”

Shota melepaskan papahannya untuk Hikaru dan berjalan menuju Asuka.

“Asuka, sankyu ne!” sahut Shota

“Ah, iie iie! Jitsu wa…” jawab Asuka yang langsung memerah mukanya dan muka itu menjadi semakin merah saat Shota mencium pipinya.

“Hontou ni arigatou gozaimashita!” kata Shota sambil menunduk.

“Nggak kok… nggak papa! Tuh, mobilnya sensei udah dateng. Hati-hati ya!” kata Asuka malu-malu.

Shota pun masuk setelah Hikaru masuk ke dalam mobil. Ia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada Asuka dan Mika, begitu juga Hikaru yang biasanya lebih ceria jadi lemes. Mereka membalas lambaian tangan si kembar. Kelas mereka dekat pas dengan lobby. Fukka melihat ke arah luar sambil menghembuskan nafas panjang dengan berat. Ia pun kembali ke tempat duduknya dan sedikit-sedikit melirik ke arah Risa. Risa terlihat sangat depresi. Entah apa yang dia pikirkan, tapi nggak biasanya juga Risa murung kayak gini. Mika dan Asuka kembali ke kelas sambil membicarakan apa yang terjadi barusan. Suara mereka juga sudah terdengar dari jauh tapi sudah dekat dengan kelas. Risa yang sudah tidak tahan lagi dengan suasana hati dan kelasnya pun beranjak dari bangkunya dan mengambil tas berbentuk kepala blue badger lalu bergegas untuk pulang padahal belum waktunya. Fukka nggak bisa berbuat apa-apa hanya diam di tempat duduk. Perasaannya campur aduk karena terlalu banyak yang dipikirkan.

“Ne, Mizuki, Risa kenapa?” tanya Katokan yang menghampiri Mizuki.

“Entahlah. Gw juga nggak tau. Dari tadi ditanyain diem doang.” jawab Mizuki dengan singkat.

“Gw bingung. Atmosfir kelas hari ini beda banget sama yang kemaren. Agak kelam untuk hari ini.”

“Nggak gitu juga kayaknya.”

“Iya, ya! Asuka sama Mika jadi lebih ceria gitu. Tapi gw serius, Mizuki! Gw dari tadi nggak enak sama Risa dan Fukka. Gw merasa sepertinya mereka nggak akan nerusin hubungannya lagi.”

“Hah? Emang hubungan apa? Itu sih terserah mereka. Gw nggak begitu peduli.”

“Mereka tuh dikit lagi pacaran!”

“Oh, gitu.” jawab Mizuki dengan nada datar.

“Denger-denger sih, minggu depan Fukka mau nembak!”

“Oh.”

Mizuki benar-benar tidak ada antusiasnya sama sekali membahas masalah ini sementara Katokan sangat antusias.

to be continue :D

Tidak ada komentar: