Minggu, 30 November 2008

belom punya judul - part 1

Title: -
Rating: PG *anak2 ga boleh baca xD*
genre: romantic *gombal banget dan bisa ditebak jalan ceritanya*
disclaimer: not mine again. except me, oton, and okan

Di suatu malam yang dingin di kawasan Midousuji, seorang pria yang kira-kira berusia 24 tahun bernama Maruyama menyatakan cinta pada seorang gadis SMA kelas 2.

“Honma ni… suki ya!” kata Maruyama dengan raut wajah malu-malu.

Gadis itu hanya terdiam dan tidak berkata satu kata pun.

“Dhanee-chan, daijoubu?”

“Ung,” kata Dhanee sambil mengangguk, “daijoubu desu. Demo, aku masih belum bisa menjawab sekarang. Gomen!” Dhanee membungkukkan badannya.

“Aku tunggu sampai kamu bisa menjawabnya. Sekarang sudah malam, kamu besok sekolah kan? Aku anterin pulang ya.”

Dhanee diam kembali. Dia takut bila kakaknya memarahinya jika pulang terlambat.

“Eeeee? *gaya sukiyanen, Osaka* kamu masih takut sama Ryo?” tanya Maruyama sambil merangkul Dhanee.

“Eee. Baru kemarin dia marah-marah karena aku pulang terlambat karena harus mengurus acara sekolah. Padahal aku sudah minta izin.” jawab Dhanee dengan mata berkaca-kaca.

Maruyama langsung teringat kejadian setahun yang lalu. Kecelakaan yang terjadi saat hujan lebat saat itu adalah pertemuan pertama antara Maruyama dengan Dhanee. Dia juga mengerti bagaimana Dhanee yang sebenarnya setelah menjalani sekitar 1 tahun pendekatan.

* * *

Maruyama mengingat kejadian tahun lalu pada saat itu juga

(Maruyama’s POV)

Sore itu, hujan deras yang disusul dengan angin kencang mengguyur kota Osaka. Aku sedang terburu-buru untuk mengejar deadline pekerjaanku. Sesegera mungkin aku harus sampai ke rumah Shingo agar pekerjaanku selesai atau dia akan memarahiku. Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan tinggi sampai aku tidak sadar jika aku menabrak seorang gadis. Aku tersadar setelah mendengar gadis itu berteriak dan terpental sejauh 1 meter. Dagunya berdarah mengotori baju seragamnya yang basah. Dia langsung menekan mata luka dengan sapu tangan berwarna biru muda yang dia bawa. Aku memberikan jaketku agar dia tidak kedinginan dan langsung mengantarnya ke rumah sakit yang dekat dengan sekolahnya.

“Maaf merepotkan.” kata gadis itu.

“Daijoubu. Harusnya aku yang minta maaf.”

Dia terlihat sibuk mencari telepon genggam yang dia taruh di tasnya. Ternyata yang dia telepon itu kakaknya dan kakaknya itu adalah kouhaiku dari SD sampai SMA. Betapa terkejutnya aku saat dia menghubungi kakaknya. Tanpa basa-basi aku langsung bertanya.

“Anata wa Ryo-chan no imouto?”

“Dari mana kamu tau?”

“Dari percakapan kamu tadi di telepon.”

“Sou ka.”

“Onamaewa?”

“Nishikido Dhanee. Anata?”

“Maruyama Ryuuhei”

“Niichan no senpai, deshou?”

“Tuh kamu inget?”

“Hehehe~”

Senyum polos terlihat dari wajahnya. Aku langsung mengelus rambutnya karena gemas. Manis sekali gadis itu. Aku masih tidak menyangka dia adalah adik dari Ryo yang terlalu galak. Tidak lama kemudian, kami sampai di rumah sakit. Dhanee segera ditangani oleh tenaga professional di situ. Dagunya dijahit sebanyak 2 jahitan. Setelah selesai, aku mengantarnya pulang. Dalam perjalanan, kami hanya diam. Aku harus konsentrasi pada jalan agar kejadian ini tidak terjadi lagi. Kejadian tadi adalah pelajaranku agar lebih konsetrasi pada kondisi jalan raya. Sampai di rumah Dhanee, aku menunggu Ryo agar dapat bertemu denganku.

“Tadaima!” seru Dhanee.

Ryo keluar dari rumah dengan tampang murka dan penuh amarah. Di matanya terlihat api berkoar-koar. Dia berjalan menghampiri kami.

“APA YANG KAMU LAKUKAN SAMPAI PULANG MALAM BEGINI?! KAMU GA TAU AKU UDAH NGASIH BATAS WAKTU KAMU GA BOLEH PULANG LEWAT DARI JAM 6.” seru Ryo yang saat itu tampaknya benar-benar marah.

Wajah Dhanee saat itu tampak pucat sekali. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Yang bisa kulakukan hanyalah menjelaskan kenapa dia pulang terlambat.

“Ano, bisa aku jelaskan sebentar?” tanyaku.

“Jelaskan semuanya kenapa dia bisa pulang terlambat.”

Aku menjelaskan dari awal sampai akhir mengapa Dhanee bisa terlambat pulang. Ryo hanya mengangguk tanda mengerti. Akhirnya, ia menyuruh agar Dhanee segera istirahat dan aku pamit pulang.

“Ne, Maruyama-san,” panggil Dhanee. Aku segera menoleh dan dia langsung berkata, “arigatou!” lengkap dengan senyum manisnya.

Sejak saat itulah aku menyukai seseorang dan berusaha mendapatkannya dengan pendekatan yang cukup lama.

* * *

Maruyama mengantar Dhanee pulang ke rumahnya dan seperti biasa ia yang meminta maaf ke Ryo sebelum Ryo murka. Maruyama langsung pamit pulang dan Dhanee berjalan menuju kamarnya.

“Dhan,” panggil Ryo, “kamu ngapain semaleman sama dia?”

“Jalan-jalan doang kok, kak.”

“Kamu ga nyeleweng kan?”

“Hah? Nyeleweng? Maksud kakak?” tanya dhanee dengan raut muka bingung.

“Nggak papa. Aku cuma seneng kamu bisa nyampe rumah dengan selamat.” kata Ryo sambil memeluk dhanee, “kamu ga jadian sama dia kan?”

“Kenapa kakak tiba2 nanya gitu?” dhanee semakin bingung kakaknya jadi nanya yang aneh-aneh.

“Nggak papa,” kata Ryo sambil memegang bahu Dhanee, “sekarang kamu tidur ya. Jangan sampe penyakitmu ketahuan sama dia sebelum kamu jadi sama dia”

Dhanee hanya tersenyum karena Ryo mulai memperhatikan dia. Dhanee memiliki penyakit lemah jantung yang tidak terlalu sering kambuh. Paling banyak kambuh 2 kali dalam 6 bulan.

* * *

Pagi yang cerah, matahari bersinar dengan terang, burung-burung bernyanyi, celotehan anak SD yang berangkat bersama-sama saat itu meramaikan suasana jalanan komplek perumahan tempat tinggal Nishikido Kyoudai. Dhanee berangkat ke sekolah seperti biasa jalan kaki. Maruyama menghampiri Dhanee dengan sepedanya.

“PAAAAAAAAAAAAAAAN!!!!” seru Maruyama dengan sapaan khasnya.

“Maru-chan, ohayou!”

“Dou?”

“Ung?”

“Yube”

“A~”

Mereka tetap berjalan meski diam-diaman.

“Udah nyampe, dhan!”

“Ung,”

“Ano~” mereka berdua mengatakannya bersama-sama

“Kamu duluan aja” kata Dhanee

“Nggak. Kamu aja duluan.”

“Masalah pertanyaanmu kemaren…”

“ya?” Maruyama tidak sabar dengan jawaban yang akan dikatakan Dhanee.

“Iya” kata Dhanee sambil mencium pipi Maruyama.

Maruyama terdiam sampai Dhanee meninggalkannya karena harus masuk ke gedung sekolah sebelum bel berbunyi.

“YOSSHAAAA!!!!!!!!!!!” seru Maruyama sambil mengendarai sepedanya dengan kecepatan tinggi. Dia melewati Yasu yang habis belanja di supermarket dekat sekolah Dhanee.

“woy! Ngapain lo ngebut naek sepeda doang?”

“gw lagi terlalu bahagia nih hari ini!”

“sugee! Pagi-pagi udah bahagia. Ntar jadi kan ke rumah Ryo?”

“jadi dong! Gw mau kasih tau sesuatu buat dia.”

“boleh tau?”

“ga!”

“curang lu! Mentang-mentang baru dapet cewek baru juga”

“nah, tuh tau!”

“haha, dasar lo! Pasti seneng ya dapet cewek yang kawaii kayak dia. Manis, baik, pengertian, aktif di organisasi, pinter pula. Pilihan lo emang bagus!”

“Iya, dong! Maruyama Ryuhei gitu lho!” kata Maruyama narsis

* * *

(Ryo’s POV)

Siang ini, rumah akan ramai. Teman-temanku akan datang untuk latihan band. Mereka bukan orang yang suka ngaret kalo diajak ketemuan. Tapi tumben Maru kok nggak dateng-dateng ya? Hmmm, aku jadi ingin tahu apa yang terjadi kenapa dia terlambat.

“Yasu, apa lo tahu kenapa Maru-chan terlambat?”

“Nggak. Tapi tadi pagi sih gw ketemu sama dia. Dia bilang dia dateng ke sini. Tapi masalah terlambat gw nggak tahu.”

“Mungkin aja macet di jalanan.” celetuk Tacchon.

“Aho ka omae?” seru Hina sambil menjitak Tacchon, “jelas-jelas tadi jalanan sepi banget. Ga mungkin lah macet.”

“Kan Cuma perasaanku.”

“Dia tiap ke sini lewat sekolahnya Dhanee kan?” tanya Yoko.

Saat Yoko menanyakan itu, perasaanku tidak enak. Aku merasakan bahwa telah terjadi sesuatu yang buruk. Lamunanku buyar karena telepon dari Maruyama.

“Moshi-moshi? Maru-chan? Doko ni iru yo?” tanyaku panik.

“Byoin…”

“Ada apa lo di byoin?”

“Dha…”

“Dhanee kenapa?”

“Ryo, lu tuh sabar dikit napa sih? Gw kan belom selesai ngomong! Gw mo jelasin lo udah motong! Lo harusnya tau kenapa gw di byoin! Tadi Dhan-chan pingsan di sekolah. Penyakitnya kambuh. Kasihan dia tadi hampir nggak tertolong! Ya udah, gw bawa dia ke byoin.”

Aku sadar kalau aku terlalu egois. Aku belum mendengar apa yang terjadi sebenarnya tapi aku sudah memotong. Setelah aku menutup teleponnya, aku merenung. Teman-teman langsung memintaku agar kami ke rumah sakit bersama-sama.

* * *

Sesampainya kami di rumah sakit, kami langsung menuju tempat Dhanee dirawat. Dhanee terkapar lemah dan Maruyama dengan sabar menemaninya.

“Maru, Dhan-chan wa?” tanyaku

“buruk”

Tidak biasanya Maruyama menjawab pertanyaan hanya dengan satu kata. Bila dia menjawab hanya satu kata, itu tandanya dia serius dengan apa yang ia katakan.

“seburuk apa?” tanya Tacchon

“lebih buruk dari yang biasanya. Karena dia juga sempat demam tinggi.”

“wakatteru.”

Aku jadi merasa bersalah dengan kejadian ini. Mulai sekarang, tampaknya aku mulai mempercayai Maruyama untuk menjaga adik kesayanganku ini. Karena dia benar-benar serius untuk menjalin hubungan dengan Dhan-chan.

“Maru,” kataku, “mulai sekarang, jaga adikku baik-baik ya! Setengah tanggung jawabku kuberikan padamu.”

“honma?”

“honma.”

“Hai! Wakarimashita!”

Sejak saat itulah, aku percaya bahwa Maruyama bisa dipercaya dalam hal ini.

* * *

Sudah 3 bulan hubungan Maruyama dengan Dhanee berjalan dengan baik. Meski mereka sering terjadi perbedaan pendapat, tapi itu hanya berjalan sehari pada saat itu saja. Tidak diperpanjang dengan hal-hal sepele lainnya. Dengan perbedaan pendapat itulah mereka malah makin mesra. Ryo pun makin merestui hubungan mereka.

“Dhan-chan, mau ke Disney Land ga? Sekalian ke Disney Sea.” tanya Maruyama.

“Wah, boleh tuh! Aku udah lama nggak ke Disney Land. Terakhir kali pas SD.”

“Kamu bisanya kapan, sayang?”

“Hari Minggu minggu depan ya. Abis aku ujian.”

“Kamu anak kelas sosial kan ya?”

“Ung.. Nande?”

“Biasanya kamu santai dong?”

“Tergantung juga. Tapi, emang kadang aku lebih nyantai daripada pas kelas 1.”

“Pas kamu kelas 1 susah banget nyarinya!!! Makanya PDKT-nya jadi setahun.”

“hehehehe. Yang penting sekarang udah dapet kan?”

“Iya dong, sayang.” kata Maruyama sambil mencium pipi Dhanee, “ngomong-ngomong, kamu lagi ngapain?”

“Lagi nulis blog.”

“Minta alamatnya dong. Aku juga punya lho!”

Mereka bertukar alamat blog. Mereka berjanji akan membacanya bila telah diupdate.

“aku buka ya blogmu.” kata Dhanee

“Douzo!”

Dhanee membuka blog Maruyama dan membaca hampir semua entry yang ditulis Maruyama. Kebanyakan dari isi blog Maruyama adalah life and love yang dia hadapi. Ada juga blog dia yang khusus untuk pekerjaannya.

“Wah, blogmu lucu ya. Ada purikura kita juga.” kata Dhanee sambil tersenyum manis.

“Iya dong. Biar orang-orang tahu aku udah punya kamu.”

Dhanee membuka postingan lama yang dibuat Maruyama.

“Lah, kok ada fotoku jaman kecil? Dapet dari mana kamu?”

“Ada deh. Hi-mi-tsu.” Maruyama meletakkan jari telunjuknya di bibir Dhanee.

Dhanee melihat-lihat sebentar apa yang ditulis oleh Maruyama. Dia menemukan entry pertemuan mereka yang pertama.

Hari ini, aku bertemu seorang gadis yang manis sekali.
Onna no namae wa Nishikido Dhanee
Ryo no imouto desu ne~
Honma ni kawaii onna =)
Aku ketemu dia di saat yang ga disangka-sangka.
Yaitu, saat aku menabrak dia dengan mobilku.
Aku sungguh teledor saat itu.
Sampai tidak melihat arah sekitar dan menabraknya
Tapi ga rugi juga sih gw nabrak dia :D
Lumayan kan ketemu cewek kawaii yang ternyata adeknya sobat gw
Karena tabrakan itu, dagunya luka.
Aku langsung membawanya ke rumah sakit dan kuantar dia ke rumah.
Saat itu, Ryo langsung marahin dia
Kasihan T_T
Aku menjelaskan semuanya dan akhirnya Ryo mau mengerti
Setelah selesai, saat aku baru membuka pintu mobilku, Dhanee berkata, “arigatou!” lengkap dengan senyum manisnya.
Honma ni kawaii >/////<
Aku bener-bener ga bisa ngelupain dia
Can I be her boyfriend?
Aku harus berusaha!!!
Sekian dulu untuk hari ini
Kerjaanku masih banyak.
Dewa, mata!


Dhanee hanya tersenyum saat membaca entry itu.

“Ngapain kamu senyum-senyum sendiri?” tanya Maruyama dengan raut muka bingung.

“Nggak. Lucu aja sih entry kamu yang ini.” jawab Dhanee sambil menunjuk layar laptopnya.

“Bandel ya kamu baca-baca yang itu!!!!!” kata Maruyama sambil memegang kepala Dhanee dengan gemas.

“Ahahahahahaha. Gomen na! Abis aku penasaran sih.”

“Sebenernya nggak pa-pa sih. Yang penting bisa lihat senyum kamu.”

Dhanee langsung memeluk Maruyama.

“Kenapa, sayang? Tiba-tiba meluk.”

“Pengen aja meluk kamu kayak gini.”

“Dhan, entah kenapa aku ingin melakukan ‘hal itu’. Tapi aku yakin pasti kamu ga mau.”

“Sebelum kamu jadi suami aku, aku ga akan melepas keperawananku.”

“Aku... makin seneng sama kamu. Karena kamu...” perkataan Maruyama tiba-tiba terhenti.

“Ung?”

“Dewasa.” kata Maruyama yang langsung mencium bibir Dhanee.

Mereka berdua berciuman 10 detik dan aura menjadi berubah.

“Dhan, aku sayang banget sama kamu! Aku bener-bener...” kata Maruyama yang langsung ditepis Dhanee.

“Iyada! Aku nggak bisa nerima kemauanmu.”

“Gomen! Aku emang bukan cowok yang baik. Tapi aku pengen banget, Dhan-chan!”

“Keluar kamu dari sini!!! Keluar!!!!” seru Dhanee sambil mendorong Maruyama keluar dari kamarnya dan mengunci pintu kamarnya.

Maruyama perlahan-lahan berjalan keluar dari rumah Dhanee. Tetapi, dia merasa pusing saat turun tangga. Lepas dari kesadarannya, ia pingsan dan terjatuh dari tangga. Kepalanya berdarah karena tergores ujung tangga.

“Maru?” Ryo berjalan ke arah tangga, “Maru! Bangun!”

“Panas... sakit...” rintih Maruyama.

Ryo menaruh punggung tangannya pada dahi Maruyama, “harus dibawa ke rumah sakit nih. Panasnya ga biasa.”

Sementara itu, Dhanee masih berada di kamarnya sambil merenung. Dia tidak tahu bahwa pacarnya jatuh dari tangga.

“Dhan, Maru sakit ya?” tanya Ryo.

“Nggak tau.” jawab Dhanee acuh.

“Kok kamu gitu sih? Dia kan pacarmu.”

“Entahlah. Tadi dia sih bilang kalo dia demam. Tapi dia nekat ke sini buat nemuin aku.”

“ooo” kata Ryo, “kamu jaga rumah ya. Aku mau nganter dia ke rumah sakit.”

“Hah? Emang dia kenapa?”

“Jatoh dari tangga. Sekarang sih udah aku bawa ke sofa. Masih ga sadarkan diri.”

“Oh. Ya udah gih sono. Nanti kalo dia sadar bilangin ya.”

* * *

Sampai di rumah sakit, Ryo langsung membawa Maruyama ke ruang UGD agar mendapatkan perawatan lebih lanjut.

“Ano, kamu yang mengantar dia ke sini ya?” tanya dokter itu.

“Oton?!” seru Ryo melihat sosok dokter itu.

“Ryo-chan?”

Ryo langsung memeluk bapaknya. Orang-orang memanggilnya oton karena sikap kebapakannya. Oton meninggalkan Ryo dan Dhanee dalam waktu 3 tahun untuk kuliah S3 di luar negeri dan sekarang akhirnya mereka bertemu lagi.

“Oton, okan wa genki?”

“Genki. Dhanee-chan wa?”

“Genki.”

“Masih sering kambuh?”

“Ga sesering dulu. Dia juga jadi dewasa banget dibanding anak-anak seumurannya.”

“Honma? Ne, kamu kenal sama orang yang kamu antar tadi?”

“Iya. Dia senpaiku sekaligus pacarnya Dhanee.” jawab Ryo dengan senyum lebarnya.

“Dhanee nggak nyeleweng kan?”

“Udah 3 bulan sih. Kayaknya tadi ada masalah gitu. Tapi nggak tahu karena apa.”

“Kasihan dia kena malaria. Panasnya tinggi banget. Semoga saja dia bisa tertolong.”

“Iya, Oton! Oton nanti pulang ke rumah kan?”

“Iya. Tadinya oton sama okan pengen bikin surprise sama kamu. Tapi udah terlanjur ketemu kamu di sini. Jadi surprisenya buat Dhanee-chan aja.”

Seorang wanita datang mendatangi mereka berdua dan memeluk Ryo lalu mencium pipinya.

“Ryo-chan, ohisashiburi!”

“Okan!”

“Wah, kamu makin ganteng aja! Okan pengen ketemu sama anak kesayangan Okan nih!”

“Dhan-chan di rumah. Jadi oton sama okan masih bisa bikin surprise buat dia.”

Mereka bersenda gurau lama sekali karena sudah lama tidak bertemu. Tapi senda gurau itu dihentikan karena kabar buruk dari keadaan Maruyama.

“Sensei, keadaan pasien semakin buruk.” kata salah satu perawat.

“Pasien dipindah ke kamar saja dulu agar mendapatkan kenyamanan.”

“Wakarimashita!”

* * *

Dhanee yang sendirian di rumah, hanya diam di kamarnya menulis apa yang terjadi tadi di blognya.

Gw baru 3 bulan jadian, dia udah minta ‘begituan’
Jelas lah gw ga siap
Gw masih 16 tahun
Cukup ciuman untuk sekarang
Tapi untuk ‘itu’ aku ga mau sebelum aku nikah
Gw masih terlalu muda untuk melakukan itu
Dan gw masih pengen nikmatin masa remaja gw
Ga banget kan, remaja yang masih bisa maen-maen sama temen-temen harus ngurusin anak?
Gomen ne Maru-chan, bukannya aku ga sayang kamu
Tapi pernyataan sayang ga harus melakukan ‘itu’ kan?
Aku cintaaaaaa banget sama kamu
Aku minta maaf udah bikin kamu jadi gini T_T
Apa kamu bisa maafin aku yang udah bikin sakit kamu jadi parah?
Aku janji aku akan ada di sampingmu saat kamu sadar nanti


Setelah mem-posting, telepon rumah berbunyi dan Dhanee dengan sigap mengangkatnya.

“Moshi-moshi?”

“Dhan, niichan ada ga?”

“Dareyanen?”

“Tacchon.”

“Oh, elo. Niichan lagi di byoin nganterin Maru-chan.”

“Maru? Kenapa dia?”

“Katanya niichan dia jatoh dari tangga. Kayaknya sih gara-gara habis berantem sama gw.”

“Loh? Emang ada masalah apa?”

“Nggak papa.”

“Kenapa? Cerita dong!”

“Kalo gw cerita ntar lo malah ganggu hubungan gw sama dia. Jadi lebih baik ga gw ceritain ke elo.”

“Kok lo gitu sih? Maksud gw kan baik!”

“Nggak ah. Ngapain juga cerita ke elo? Gw kan udah nolak lo berkali-kali sampe sekarang gw udah jadian sama dia lo masih ngejar gw juga. Nggak guna cerita sama lo!”

“Dhan, maksud gw kan baik! Bukan buat ganggu hubungan kalian. Cerita dong!”

“Lo buka aja blog gw. Ada entry baru tuh di situ dan itu sudah menceritakan semuanya. Komen boleh, tapi ga usah telpon-telpon.”

“Iya, manis! Aku ngerti!”

“Apa-apaan sih lo?! Gombal banget!”

*bersambung...*

Tidak ada komentar: